Selasa, 17 Julai 2018

Takkan Sama Orang Beriman Dengan Orang Kafir

0 ulasan
Assalamu'alaikum Wrh. Wbt.

Allahu Ta'ala berfirman :

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
ayat 21

وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
ayat 22

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
ayat 23


Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahawa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal solih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkan­nya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Surah Al Jatsiyah, 45 : ayat 21, 22 & ; 23


Allahu Ta'ala berfirman, bahawa tidak sama antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya :

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۚ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni syurga; penghuni-penghuni syurga itulah orang-orang yang beruntung.

Surah Al Hasyr : ayat 20

Ada pon firman Allahu Ta'ala :


أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ


Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.

Surah Al Jatsiyah : ayat 21

Ya'ni Kami samakan di antara sesama mereka dalam kehidupan di dunia dan akhirat?

سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.
Surah Al-Jatsiyah : ayat 21

Betapa buruknya dugaan mereka terhadap Kami, padahal mustahil Kami menyamakan di antara orang-orang yang bertaqwa dengan orang-orang yang pendurhaka dalam kehidupan di negeri akhirat nanti dan juga dalam kehidupan di dunia ini.

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan bahawa Allah membangun agama-Nya di atas empat pilar. Maka barang siapa yang berpaling darinya dan tidak mengamalkannya, ia akan menghadap kepada Allah dalam keadaan sebagai orang yang fasiq (durhaka).

Ketika ditanyakan : Apa saja yang keempat pilar itu, hai Abu Zar? Abu Zar rhu. menjawab : Hendaklah sesaorang menerima apa yang dihalalkan oleh Allah kerana Allah, dan menolak apa yang diharamkan oleh Allah kerana Allah, dan menerima perintah Allah kerana Allah, dan menjauhi larangan Allah kerana Allah; tiada yang dipercayai olehnya terhadap keempat perkara itu selain dari Allahu Ta'ala.

Nabi Saw. telah bersabda :

كَمَا أَنَّهُ لَا يُجْتَنَى مِنَ الشَّوْكِ الْعِنَبُ، كَذَلِكَ لَا يَنَالُ الْفُجَّارُ مَنَازِلَ الْأَبْرَارِ

‘Sebagaimana tidak dapat dipetik dari pohon yang berduri buah anggur, demikian pula halnya orang-orang durhaka, mereka tidak akan memperoleh kedudukan orang-orang yang bertakwa’.”
Hadis ini gharib bila ditinjau dari segi jalurnya.
Muhammad ibnu lshaq menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya, bahawa mereka telah menemukan sebuah prasasti yang ada di Makkah, tepatnya di pondasi Ka'bah. Disebutkan padanya : Kamu berbuat keburukan dan kamu harapkan kebaikan, perihalnya sama dengan orang yang memetik buah anggur dari pohon yang berduri, ya'ni mustahil mendapatkannya kerana pohon yang berduri tidak dapat membuahkan anggur.

Imam ath Thabrani telah meriwayatkan, bahawa Tamim Ad-Dari solat di suatu malam hingga pagi hari seraya mengulang-ngulang bacaan ayat berikut yaitu firman-Nya :

_Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahawa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal solih._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 21

Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya :

_Amat buruklah apa yang mereka sangka itu._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 21


Ada pon firman-Nya :

*{وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ}*

_Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 22

Ya'ni dengan adil.

*{وَلِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}*

_dan agar dibatasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 22


Kemudian Allahu Ta'ala berfirman :

*{أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ}*

_Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 23

Ya'ni sesunggohnya dia hanya diperintahkan oleh hawa nafsunya. Maka apa saja yang dipandang baik oleh hawa nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang dipandang buruk oleh hawa nafsunya, dia tinggalkan. Ayat ini dapat juga dijadikan sebagai dalil untuk membantah golongan Mu'tazilah yang menjadikan nilai buruk dan baik berdasarkan kriteria rasio mereka sahaja.
Menurut apa yang diriwayatkan dari Malik sehubungan dengan tafsir ayat ini, orang tersebut tidak sekali-kali menyukai sesuatu melainkan dia mengabdinya.

Firman Allahu Ta'ala :

*{وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ}*
_dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya._
Surah Al-Jatsiyah : ayat 23

Makna ayat ini mengandung dua ta'wil. Pertama - Allah menyesatkan orang tersebut kerana Allah mengetahui bahawa dia berhak untuk memperoleh kesesatan. Kedua - Allah menjadikannya sesat sesudah sampai kepadanya pengetahuan dan sesudah hujjah ditegakkan terhadapnya.

Pendapat yang kedua mengharuskan adanya pendapat yang pertama, tetapi tidak kebalikannya.

*{وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً}*

dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?
Surah Al-Jatsiyah : ayat 23

Kerananya dia tidak dapat mendengar apa yang bermunafaat bagi dirinya dan tidak memahami sesuatu yang dapat dijadikannya sebagai petunjuk, dan tidak dapat melihat bukti yang jelas yang dapat dijadikan sebagai penerang hatinya. Kerana itulah disebutkan dalam firman berikutnya :

{فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? 
(Al-Jatsiyah: 23)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya :

{مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. 
(Al-A’raf: 186)
Wassalaam
Read more...

Jumaat, 9 Februari 2018

Catatan Hidup : Mengharungi Ranjau Dan Duri-Duri Dunia.

0 ulasan
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ...
بِسْمِ  ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـنِ ٱلرَّحِيم  

Para ikhwah yang dikasihi semua,
Sedikit catatan di pagi mulia, khasnya buat diri sendiri

Dalam mengharungi jalanan hidup ini, banyak ranjau dan duri, yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah hidup bagi setiap manusia.

Di antara kita, ada yang berhasil menyingkirkan ranjau dan duri-duri, sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun tidak kurang jua, ada yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى

"Allahu Ta'ala berfirman, wahai anak Adam, sesunggohnya jika engkau menyeru dan mengharap kepada~Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu, Aku tak peduli berapa banyaknya."

Allahu Samii' ul 'Aliim, seakan mendengar rintihan pilu para hamba~Nya, meletakkan diri~Nya pada puncak segala rintihan, seruan dan harapan, dan Dia menyediakan keampunan pada sesiapa jua yang tersesat jalan.

Ranjau dan duri-duri hidup itu demikian banyak, yang untuk menyingkirkannya jelas memerlukan waqtu amat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Kita takut, seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allahu Ta'ala. Akankah kita dapat menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada?
Dan akankah ada orang yang dapat mengasihani kepada kita lagi kala itu, justeru setiap orang bernasib sama.

يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى

"Wahai anak Adam, seandainya dosamu meninggi setinggi langit, pasti akan Aku ampuni, Aku tak peduli berapa tingginya."

Allahu Kariim ul Hakiim, seakan mengerti gusaran hati para ummat-Nya, makhluq lemah yang terkapai mencari arti, kalut menelusuri igauan dunia, Allahu Ta'ala sediakan keampunan kepada sesiapa jua makhluq~Nya yang tetap mahu kembali akhirnya, kepada~Nya. Dia membuka sebesar-besar ruang kepada ummat yang sadar diri akan keterlanjuran dan kealpaan, lalu mahu kembali ke pangkuan-Nya.

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

"Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak syirik (menyekutukan~Ku) sedikit pon kepada~Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”
Hadits riwayat imam at Tirmidzi rhm. no. 3540, (hasan) dari sahabat Anas bin Malik Rhu.

Allahu Rahmaan ur Rahiim, seakan memahami betapa gundah dan takut saorang hamba kepada-Nya, Sang Khaliq Yang Maha Pemurah Maha Pengasihani, anugerahkan keampuan pada tiap tiap hamba-Nya. Dia-lah yang Maha Pemurah lantaran memberikan ni'mat iman dan Islam, Dia-lah  yang Maha Pengasihani justeru sedia memberi kemaafan atas ummat yang ingkar dan culas pada perintah-Nya, setelah mereka diberikan kelazatan dunia dan seluroh isinya.

Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allahu Ta'ala dan Rasul-Nya.

Ambillah kesempatan pada detik hayat masih ada, untuk usaha menyingkirkan ranjau dan duri hidup, lalu benar-benar berserah diri dan bertawakkal kepada-Nya, semata.

☝Berserahlah, tawakkallah, dan   اسْتَغْفَر mohonlah keampunan,
insyaa'Allah

akhukum fillah
Bukit Mertajam
Jum'at, 23 Jumadil Awwal
Read more...

Khamis, 24 Ogos 2017

Pengajaran Dari Hadith Jibril ahs (Siri 2)

0 ulasan
 بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
وبعد , يسرلي أمري وأحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي  رب إشرح لي صدري و

Segala puji bagi Allah Swt., Pencipta sekelian alam. Salawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Selamat sejahtera ke atas para Ahlul Bait, SahabatNya, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, para Syuhada dan Salafus Soleh serta orang-orang yang mengikut mereka dengan baik hingga ke hari kemudian. A'mma ba'du.

Saya mendoakan agar Allah Swt. sentiasa menerima semua amalan kita seterusnya melimpahkan segala rahmat dan keampunan-Nya di hari dan bulan yang mulia ini, Insya’Allah. Juga saya memohon perlindungan, rahmat dan bimbingan dari Allah Swt. dari sebarang kesilapan dalam menuliskan nukilan ini.

Para sahabat jamaah yang dikasihi, pilihlah jalan kebenaran agar redho Allahu Ta’ala senantiasa menaungi hidup kita.

--/ sambungan ……

3. Memakai Pakaian Yang Bagus Saat Menghadiri Majlis Ilmu.

Jibril ahs. datang menggunakan pakaian yang sangat putih, yang menunjukkan pakaian yang beliau pakai adalah pakaian yang bersih dan bagus. Baju putih juga adalah warna yang disukai oleh Rasul Saw.

Dari Abdullah Ibnu ‘Abbas rhu. bahawa Rasulullah Saw. bersabda :

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ

“Pakailah oleh kalian pakaian yang putih kerana itu termasuk pakaian yang paling baik”
Riwayat imam Abu Daud, no. 4061, hasan

Oleh kerana itu, seyogianya bagi penuntut ilmu untuk berhias diri dengan pakaian dan penampilan yang baik tatkala menghadiri majlis ilmu. Ilmu adalah kemuliaan yang mengangkat martabat para pemiliknya, seharusnya ia didatangi dengan cara sebaiknya dan selayaknya dengan kemuliaan ilmu itu sendiri.

4. Hendaknya Murid Mengambil Posisi Yang Dekat Dengan Guru.

Dalam kisah tersebut diceritakan :

فجلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه

“Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya kepada lutut Rasulullah”

Jibril ahs. menempelkan lutut beliau dengan lutut Nabi Saw. Ini menunjukkan beliau mengambil posisi duduk yang sangat dekat dan juga menghadap kepada Nabi yang akan menyampaikan ilmu.

Dengan posisi demikian, beliau bulih menyemak dengan saksama ilmu yang disampaikan dan mendapat faidah yang lengkap. Inilah di antara adab dalam menuntut ilmu, yaitu mengambil posisi yang dekat dengan guru yang akan mengajarkan ilmu.

5. Fokus Dan Konsentrasi Dalam Belajar.

Dalam kisah tersebut diceritakan :

ووضع كفيه على فخذيه

“dan beliau (Jibril) meletakkan tangannya di atas pahanya sendiri”

Tatkala duduk, Jibril meletakkan kedua tangannya di atas paha beliau sendiri. Ini menunjukkan sikap duduk yang sempurna dan posisi yang fokus dalam mempelajari ilmu.

Demikianlah seharusnya duduknya saorang penutut ilmu di majlis ilmu. Mengambil posisi duduk yang benar dan sikap yang fokus memperhatikan guru.

Tidak duduk asal-asalan, sibuk bersembang  sendiri, mengantuk dan tidur, atau bahkan bermain telefon ketika di majlis ilmu.

6. Qaidah Tanya Jawab Dalam Mengajarkan Ilmu

Cara seperti ini adalah di antara qaidah yang amat efektif dalam belajar, yaitu berdialog atau tanya jawab sehingga baik yang mengajarkan mahu pon yang diberi pelajaran sama-sama aktif dalam proses pembelajaran.

Hal ini akan mudah dipahami dan juga mudah untuk diingat. Qaidah seperti ini banyak dipraktikkan oleh Nabi Saw. sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits.

7. Boleh Bertanya Tentang Sesuatu Yang Sudah Diketahui Dalam Rangka Mengajarkan Ilmu Kepada Orang Lain

Jibril bertanya kepada Nabi Saw. bukanlah berarti beliau tidak tahu. Akan tetapi, ini dalam rangka pengajaran kepada para sahabat yang hadhir pada saat itu.

Dengan sebab pertanyaan Jibril, Nabi Saw. memberikan banyak penjelasan ilmu tentang Islam, Iman, ihsan, tanda hari qiyamat, dan lain-lain perkara, sehingga para sahabat yang hadhir upaya mendapatkan tambahan ilmu.

8. Anjuran Mengucapkan Salaam Ketika Menghadhiri Majlis Ilmu.

Dalam riwayat yang lain, disebutkan bahawa Jibril mengucap salam kepada Nabi Saw. ketika beliau memasuki majjlis. Jibril mengucapkan :

“Assalaamu ‘alaika Yaa Muhammad”, dan Nabi pon menjawab salam tersebut, sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah dan Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.

9. Tidak Boleh Menjawab Pertanyaan Tanpa Dasar Ilmu

Tidaklah boleh sesaorang menjawab pertanyaan tanpa dasar ilmu. Oleh kerana itu, jawaban Nabi Saw. ketika ditanya tentang bilakah  terjadinya hari qiyamat, Baginda membalasnya :

. ما المسؤول عنها بأعلم من السائل

“Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.”

Baginda menjawab demikian kerana memang Baginda tidak mengetahui ilmu tentang hal tersebut. Inilah cara yang paling benar dalam menyampaikan ilmu daripada berbohong dan berdusta berlagak tahu sedangkan tidak, seterusnya merosakkan pengetahuan dan kefahaman para khalayak pendengar. Beginilah trend yangn banyak berlaku sekarang, sehinggakan terlalu kerap didengar hadits dhoif, palsu dan cerita mengarut yang disebarkan dalam masyarakat.

10. Keutamaan Dan Pentingnya Mempelajari Serta Menda'wahkan ‘Aqidah

Datangnya Jibril kepada Nabi dan disaksikan oleh para Sahabat adalah suatu detik yang mulia dan istimewa. Ilmu yang diajarkan dalam majlis tersebut adalah ilmu tentang pokok-pokok agama Islam yaitu tentang iIlam, Iman, Ihsan, dan juga tanda hari qiyamat.

Ini menunjukkan, pengajaran tentang ilmu tersebut adalah sangat penting dan sangat diperlukan oleh ummat. Oleh kerana itu para, da‘ie hendaknya menjadikan aqidah sebagai bahan asas utama dalam da'wah.

Satu pengajaran lagi, kedatangan Jibril secara jahar dan berdepan dengan disaksikan oleh para Sahabat, membuktikan bahawa Islam adalah agama mulia dan suci, yang mana ilmu dan pengajarannya datang dari Allah 'Azzawajalla secara langsung kepada seluroh ummat manusia.

Justeru, benarlah Islam itu satu-satunya agama disisi Allah dan satu-satunya yang Dia redhoi. Maka beruntunglah mereka-mereka yang telah mengakusaksi dengan Allahu Ta'ala dan rosul-Nya, untuk berada di dalam agama yang haq ini.

Antara pengajaran lain :

Islam, Iman dan Ihsan merupakan suatu tingkatan, yang paling bawah adalah Islam kemudian Iman dan tingkatan tertinggi adalah Ihsan. Sehingga orang yang berihsan (Muhsin) adalah seorang yang beriman (Mukmin) dan berislam (Muslim), sedangkan seorang Mukmin adalah Muslim namun belum tentu Muhsin, dan seorang Muslim belumlah dianggap Mukmin dan Muhsin hingga memenuhi syaratnya. Sebagaimana firman Allah Swt:
"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ´kami telah tunduk (berislam)´, kerana iman itu belum masuk ke dalam hatimu;..."
Surah Al Hujurat : 14

Iman, Islam, dan Ihsan diakui sebagai perbendaharaan kunci dalam pola keberagaman Islam. Pada awalnya, konsep keimanan tersebut didasarkan pada sebuah hadits terkenal di atas yang dikunnah Wal Jamaah perihal adanya 6 rukun iman, 5 rukun Islam dan satu ajaran tentang penghayatan terhadap Allah Azza Wa Jalla. Akan tetapi, dalam dimensi terdalam iman, tidak cukup hanya dengan percaya atau mempercayai sesuatu yang belaka, tetapi ia juga perlu perwujudan/eksternalisasi dalam pola perilakunya.

Sehinggakan ulama’ agung, Ibnu Rajab Al Hanbali berkata : "Ini adalah hadits agung yang mengandung keterangan (tentang) seluruh agama ini, oleh sebab itulah Nabi Saw. berkata di akhir hadits : "Dia adalah Jibril yang datang kepada kamu untuk mengajarkan kamu (tentang) agama kamu.", setelah menjelaskan tingkatan Islam, Iman, dan Ihsan dan menjadikan semuanya itu adalah (bahagian dari) agama."
Kitab Jami'ul Ulum wal Hikam, Jilid 1 halaman 97

Demikian beberapa faidah serta pengajaran sangat berguna tentang ilmu Islam yang dapat kita petik dari kisah datangnya malaikat Jibril ‘ahs.

Semoga catatan ringkas ini, menambah ilmu dan mendatangkan munafaat seterusnya meningkatkan tahap keimanan kita.

Wallahu ta'ala a‘lam. Wassolawaatu wassalaamu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad.

Maraji' :

Al-Minhatu Ar-Rabaniyyah Fii Syarhi al Arba’in an Nawawiyyah : Syaikh Dr. Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan hfzh.
Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah : Asy Syaikh Al 'Allamah Muhammad bin Solih Al Utsaimin rhm.
Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah : Syaikh Solih bin ‘Abdil ‘Aziiz ‘Muhammad ‘Alu Syaikh hfzh.
Syarhu Hadiitsi Jibril Fii Ta’liimiddiin : Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbaad al Badr hfzh.

والله تعالى أعلم  ,  وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وأصحابه أجمعين.

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat faqir dan dhoif ini.

سكيان , والسلام

eddzahir @ 38
tanah liat, bukit mertajam




Read more...

Pengajaran Dari Hadith Jibril ahs (Siri 1)

0 ulasan
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
وبعد , يسرلي أمري وأحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي  رب إشرح لي صدري و

Segala puji bagi Allah Swt., Pencipta sekelian alam. Salawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Selamat sejahtera ke atas para Ahlul Bait, SahabatNya, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, para Syuhada dan Salafus Soleh serta orang-orang yang mengikut mereka dengan baik hingga ke hari kemudian. A'mma ba'du.

Saya mendoakan agar Allah Swt. sentiasa menerima semua amalan kita seterusnya melimpahkan segala rahmat dan keampunan-Nya di hari dan bulan yang mulia ini, Insya’Allah. Juga saya memohon perlindungan, rahmat dan bimbingan dari Allah Swt. dari sebarang kesilapan dalam menuliskan nukilan ini.

Para sahabat jamaah yang dikasihi, pilihlah jalan kebaikan agar redho Allahu Ta’ala senantiasa mengiringi hidup kita.

Nukilan kali ini : 10 Pengajaran dari Datangnya Jibril ahs. (Siri 1)

Redaksi hadits :

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَيضاً قَال: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِـي صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَم، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ الله،وَتُقِيْمَ الصَّلاَة، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ،وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً)، قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ، قَالَ: (أَنْ تُؤْمِنَ بِالله،وَمَلائِكَتِه،وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآَخِر،وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ)، قَالَ: صَدَقْتَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ: (أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ)، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: (مَا الْمَسئُوُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ)، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِها، قَالَ: (أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا،وَأَنْ تَرى الْحُفَاةَ العُرَاةَ العَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ)، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيَّاً ثُمَّ قَالَ: (يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟) قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوله أَعْلَمُ، قَالَ: (فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ). رواه مُسلِمٌ

Dari Umar Rhu. dia menceritakan : “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, pada dirinya tidak ada bekas-bekas datang dari perjalanan, namun tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya.
Kemudian, dia duduk di dekat Nabi Saw. Dia menempelkan lututnya ke lutut Nabi Saw. dan meletakkan telapak tangannya di atas paha Nabi Saw. Kemudian, dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, sampaikan kepadaku, apa itu Islam?
Nabi Saw. menjawab : “Islam adalah engkau bersyahadat bahawasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan solat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.’ Orang ini berkata, ‘Engkau benar.’
Umar pun mengatakan : “Kami terhairan; dia bertanya lalu dibenarkannya sendiri.
Orang tersebut bertanya : ‘Sampaikan kepadaku tentang apa itu iman!’ Nabi Saw. menjawab, ‘Iman itu :engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir, serta beriman kepada takdir baik maupun buruk.’ Orang tersebut menyahut, ‘Kamu benar.
Sampaikan kepadaku tentang apa itu ihsan!’ Nabi Saw. menjawab : ‘Ihsan itu, engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihatnya. Jika engkau tidak bisa, maka sesungguhnya Allah melihatmu.’
Orang itu bertanya : ‘Sampaikan kepadaku, bilakah qiyamat terjadi?’ Nabi Saw. menjawab : ‘Orang yang ditanyai tidak lebih tahu daripada orang yang bertanya.’
Orang itu bertanya lagi, ‘Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya!’ Nabi Saw. menjawab : ‘Budak-budak wanita akan melahirkan tuannya, dan engkau akan melihat orang yang tidak memakai alas kaki, suka tidak memakai baju, miskin, dan penggembala kambing berlomba-lomba dalam membuat bangunan yang tinggi.’
Kemudian, orang tersebut pergi, sementara aku (Umar) diam (tidak mencari) beberapa hari. Setelah itu, Nabi Saw. bertanya : ‘Wahai Umar, tahukah kamu, siapa orang yang kelmarin bertanya itu?’ Umar mengatakan : ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Nabi Saw. bersabda : ‘Sesungguhnya, dia adalah Jibril yang datang kepada kamu untuk mengajarkan agama kamu.''
Riwayat imam Muslim, no. 1

Disebut “hadits Jibril”, kerana hadis ini menceritakan tentang malaikat Jibril yang datang mengajarkan islam, iman, dan ihsan kepada Nabi Saw. dan dihadapan para sahabat. Hadis ini ditempatkan oleh Imam Muslim sebagai hadits pertama dalam kitab kitab Sohihnya.  Demikian pula, Imam Al-Baghawi menempatkan hadis ini sebagai hadits pertama dalam dua kitabnya : Syarhus Sunnah dan Masobih As-Sunnah.

Sementara, Imam Yahya bin Sharaff An-Nawawi menempatkan hadits ini sebagai hadits kedua dalam Matan Al-Arba’in An-Nawawiyah (Kumpulan 42 Hadis Penting). Hadits ini memiliki banyak redaksi riwayat yang berbeda-beda, padahal kisah yang diceritakan hanya terjadi sekali.

Banyak ulama’ yang menyebutkan bahawa “hadis Jibril” ini merupakan hadis yang agung dan mendapatkan banyak perhatian, kerana hadits ini mencakup semua pokok amal zahir dan batin, sehingga semua ilmu dan pengetahuan syari’ah masuk dalam lingkup “hadits Jibril”.

Mengingat status “hadits Jibril” memuat semua ilmu sunnah, maka Ibnu Daqiqil ‘Id menggelari hadis ini sebagai Ummus Sunnah (induk sunnah), sebagaimana “Al-Fatihah” digelari sebagai “ummul Qur’an” (induk Al Qur’an), kerana kandungannya mencakup seluruh makna Al Quran.
Syarah Matan Arba’in An-Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘Id, halaman 7

Salah satu detik yang paling istimewa adalah suatu pertemuan yang amat istimewa : ya.ni, datangnya malaikat yang paling mulia, menemui Nabi yang paling mulia, dengan disaksikan oleh para sahabat yang mulia, tentulah sekali ini merupakan hal yang amat istimewa.

Dalam hadits ini, Nabi Saw. menjelaskan Islam dengan amal zahir (baca : Rukun Islam) dan iman dengan amal bathin (baca : Rukun Iman). Namun, dalam riwayat Ibnu Abbas Rhu., Nabi Saw. bertanya kepada para sahabat : “Tahukah kamu, apa itu iman kepada Allah?” Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian, Baginda menjelaskan : “(Iman kepada Allah adalah) bersyahadat ‘la ilaha illallahMuhammadur Rasulullah’, menegakkan solat, membayar zakat, puasa ramadan, dan memberikan seperlima ganimah kepada Baitul Mal.”
Riwayat Al-Bukhori, no. 53. Di hadits ini, Nabi Saw. menjelaskan iman dengan amal zahir (Rukun Islam)

Sebahagian lagi ulama’ menjelaskan, di “hadits Jibril”, Nabi Saw. membezakan antara iman dan Islam, sementara di hadits Ibnu Abbas, beliau hanya menyebut iman dan beliau menafsirkannya dengan rukun Islam. Ini menunjukkan bahwa kata “iman” dan “Islam” memiliki hubungan erat. Jika disebut bersamaan maka maknanya berbeda, dan jika disebut sendirian maka maknanya mencakup keduanya. Artinya, jika disebut “iman” saja maka maknanya mencakup “iman” dan “islam”, dan jika disebut “islam” saja maka maknanya mencakup “iman”.
Kitab Hushulul Ma’mul, halaman 116

Pastinya banyak sekali faidah yang ada di sana. Kali ini, bersama kita akan mengambil beberapa faidah tentang ilmu dari kisah tersebut.

Mendulang Faidah Dari Kisah hadits Ini :

Dalam kisah datangnya Jibril ini, kita boleh mengambil beberapa faidah tentang ilmu :

1. Anjuran Untuk Aktif Menghadiri Majlis Ilmu.

Tatkala malaikat Jibril ahs. datang, para sahabat sedang duduk bermajlis bersama Nabi Saw. Demikianlah kebiasaan para sahabat. Mereka datang kepada Nabi Saw. untuk mendapatkan ilmu dan meminta nasihat kepada Baginda. Mereka adalah orang yang selalu semangat untuk mencari ilmu.

Hendaknya kita dapat mengambil pengajaran dari kisah ini, dan menjadi motivasi bagi kita untuk aktif mendatangi majlis ilmu. Sesaorang tidak akan bulih mendapat ilmu jika tidak datang menghadiri majlis ilmu, sebagaimana perkataan Imam Malik rhm. :

العلم يؤتى ولا يأتي
“Ilmu itu didatangi, dia tidak akan datang sendiri.”

Dan, majlis imu yag turut dihadiri oleh makhluq mulia malaikat, adalah bukti bahawa majlis ilmu (baca : majlis zikr) sememangnya suatu kemuliaan.

2. Anjuran Bagi Para Da'ie Untuk Aktif Mengajarkan Ilmu.

Datangnya Jibril ahs. tujuannya adalah untuk mengajarkan ilmu kepada para sahabat. Kedatangan beliau bukan kerana diminta oleh Nabi dan para sahabat. Malah perkara-perkara yang beliau perkatakan dan sebutkan, adalah sesuatu yang baharu dalam ilmu.

Oleh yang demikian, semestinya saorang da'ie dan juru da'wah, adakalanya dia harus aktif dan punya inisiatif sendiri untuk mengajarkan ilmu tanpa harus diminta oleh muridnya atau harus menunggu diundang oleh panganjur pengajian. Dan, pastikan juga, setiap kuliyah dipenuhi dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang baharu dan berterusan

---/  bersambung ………

Moga artikel kecil-kecilan, marhaen dan serba kekurangan ini, memberi munafaat kepada para sahabat jamaah, insya”Allah. 

Akhirul kalam, Allahu Ta'ala tidak berhajatkan kepada sekutu~sekutu daripada apa jua macam kesyirikan, Dia tidak sekali~kali menerima ibadah yang disekutui di dalamnya dengan selain~Nya, tidaklah dianggap beriman sesiapa yang menyembah, menjadikan gandingan, menjadikan setarafan terhadap Allah Ta'ala dengan sesuatu selain~Nya. Dan, sesunggohnya syirk dosa tidak terampunkan.

والله تعالى أعلم  ,  وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وأصحابه أجمعين.

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat faqir dan dhoif ini.

سكيان , والسلام

eddzahir@38
tanah liat

bukit mertajam
Read more...

Selasa, 13 Jun 2017

Antara Wali Allah Dan Wali Syaithon

2 ulasan
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
وبعد , يسرلي أمري وأحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي  رب إشرح لي صدري و

Segala puji bagi Allah Swt., Pencipta sekelian alam. Salawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Selamat sejahtera ke atas para Ahlul Bait, SahabatNya, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, para Syuhada dan Salafus Soleh serta orang-orang yang mengikut mereka dengan baik hingga ke hari kemudian. A'mma ba'du.

Saya mendoakan agar Allah Swt. sentiasa menerima semua amalan kita seterusnya melimpahkan segala rahmat dan keampunan-Nya di hari dan bulan yang mulia ini, Insya’Allah. Juga saya memohon perlindungan, rahmat dan bimbingan dari Allah Swt. dari sebarang kesilapan dalam menuliskan nukilan ini.

Para sahabat jamaah yang dikasihi, pilihlah jalan kebaikan agar redho Allahu Ta’ala senantiasa mengiringi hidup kita.

Antara Wali Allah Dan Wali Syaithon

Ketika disebut kata *wali* maka yang langsung terbayang dalam benak kita adalah *suatu keanehan, kepelikan dan keluarbiasaan*. Itulah yang dapat ditangkap dari pemahaman masyarakat terhadap ma'na wali ini. *Maka, bila ada orang yang bertingkah laku aneh, apalagi kalau sudah dikenal sebagai kyai, tok syeikh, ulama', tok guru dan berbagai, disangka mempunyai indera keenam sehingga mengerti semua yang belum terjadi (ghoib), segera disebut dan dipuja sebagai wali*. 

Bahkan ada juga yang disebut sebagai wali, padahal sering meninggalkan solat wajib. Ketika ditanyakan, dia menjawab : “Kami kan sudah sampai tingkat ma’rifat, jadi tidak apa-apa tidak mengerjakannya. Sedangkan solat itu bagi yang masih taraf syari’at.

Lalu, siapakah wali Allah yang sebenarnya ?

Definisi Wali

Secara epistimologi, kata wali adalah lawan dari ‘aduwwu (musuh) dan muwaalah adalah lawan dari muhaadah (permusuhan). Maka wali Allah adalah “orang yang mendekat dan menolong (agama) Allah atau orang yang didekati dan ditolong oleh Allah”. 

Definisi ini semakna dengan pengertian wali dalam terminologi Al Qur’an, sebagaimana Allah berfirman :









“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
Surah Yunus : ayat 62~64

Dari ayat tersebut, wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Al Qur’an dan terucap melalui lisan rosul-Nya, memegang teguh syari'at~Nya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (terawasi oleh Allah), berterusan dengan sifat ketaqwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai-Nya berupa kelalaian menunaikan wajib dan melakukan hal yang diharamkan.
Lihat : Muqoddimah Karomatul Auliya’, Al-Lalika’i, Dr. Ahmad bin Sa’d Al-Ghomidi, jilid 5 hal. 8

Imam al hafidz Ismail bin Umar Ibnu Katsir rhm. menafsirkan :
“Allahu Ta’ala menginformasikan bahawa para wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Siapa saja yang bertaqwa maka dia adalah wali Allah”
Tafsiir ul Qur'aan il Adziim, Jilid 2 hal. 384

Syaikh Muhammad bin Solih Ibnu Utsaimin rhm. juga menjelaskan dalam Syarah Riyadhus Shalihin no. 96, bahawa wali Allah adalah :
“orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Mereka merealisasikan keimanan di hati mereka terhadap semua yang wajib diimani, dan mereka merealisasikan amal solih pada anggota badan mereka, dengan menjauhi semua hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang haram. Mereka mengumpulkan pada diri mereka kebaikan bathin dengan keimanan dan kebaikan lahir dengan ketaqwaan, merekalah wali Allah.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  dalam Al Furqon Baina Auliya’ ir Rohman wa Auliya’ usy Syaithon mengatakan :
“Bukan termasuk wali Allah melainkan orang yang beriman kepada Rasulullah Saw., beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikuti secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti Baginda Saw. maka tidak termasuk wali Allah, bahkan jika dia menyelisihinya maka termasuk musuh Allah dan wali syaithon”.

Allahu Ta’ala berfirman :



قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ





Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.
Surah Ali Imron : 31

Hasan Al Basri rhm. berkata : 
“Suatu qaum mendakwa mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka”.

Allahu Ta'ala sungguh telah menjelaskan dalam ayat tersebut, barang siapa yang mengikuti Rasulullah Saw. maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mendakwa mencintai-Nya tapi tidak mengikuti Baginda Saw. maka dia tidak termasuk dalam golongan wali Allah.

Walau pon banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, akan tetapi kenyataannya mereka bukan wali-Nya.

Dari huraian di atas, terlihat bahawa cakupan definisi wali ini begitu luas, mencakup setiap orang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan. Maka wali Allah yang paling utama adalah para nabi. Para nabi yang paling utama adalah para rasul. Para Rasul yang paling utama adalah ‘ulul azmi. Sedang ‘ulul azmi yang paling utama adalah Nabi kita Muhammad Saw.

Maka sangat salah suatu pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahawa wali itu hanya dimonopoli oleh sekelompok orang-orang tertentu, semitsal ulama', kyai, tok syaikh, tok guru, tok lebai, oaring-orang tertentu, apalagi hanya terbatas pada orang yang memiliki ilmu yang aneh-aneh, peramal kepada yang ghoib, mengaku mendapat ilham langsung dari Allah dan sampai pada orang yang memperlekehkan kewajiban syari’at yang diwajibkan atasnya.

Ingat sekali lagi, piawai sesaorang termasuk wali Allah adalah bertaqwa dan beriman yang sebenar~benarnya kepada Allahu Ta'ala dan rosul~Nya.

Jika ia malah memiliki ilmu-ilmu aneh tapi culas mengerjakan solat juga menyeru manusia kepada ketahyulan, kepercayaan karut, pelaku kebid'ahan, menyeru kepada pengkultusan manusia dan pengamalan hal yang tidak datang dari Allahu Ta'ala dan rosul~Nya. ini sunggoh bukan wali Allah tetapi benar~benar wali syaithon.

والله تعالى أعلم  ,  وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وأصحابه أجمعين.

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat faqir dan dhoif ini.

سكيان , والسلام

eddzahir @ 38
tanah liat, bukit mertajam



Read more...