Khamis, 3 Oktober 2013

Bicara Ilmu : Jangan Berhukum Sebarangan

0 ulasan
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
وبعد, يسرلي أمري وأحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي رب إشرح لي صدري و

Segala puji bagi Allah Swt., Pencipta sekelian alam. Salawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Selamat sejahtera ke atas para Ahlul Bait, SahabatNya, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, para Syuhada dan Salafus Soleh serta orang-orang yang mengikut mereka dengan baik hingga ke hari kemudian. A'mma ba'du.

Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat menjalani rutin kehidupan sehari-hari kepada semua rakan jamaah serta para pembaca. Saya mendoakan agar sentiasa Allah Swt. membimbing dan melindungi diri kita dari segala macam keburukan dan kejahatan, seterusnya memelihara diri kita supaya tetap berpegang teguh kepadaNya dan menerima semua amalan kita. InsyaAllah. Saya berlindung diri dengan Allah Tabaraka Wataala dari sebarang kesilapan dan kekhilafan, serta memohon pimpinanNya sentiasa dalam menghasilkan artikel ini.

“Dari Abu Hurairah Rhu. ia berkata bahawasanya Nabi Saw. bersabda : Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah ; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata : Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah : Ini telah ditaqdirkan Allah, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. Kerana ucapan “seandainya” akan membuka (pintu) perbuatan syaitan”.
Hadis sahih riwayat imam Muslim rh. (no. 2664) imam Ahmad rh. (Jilid 2 no. 366 dan 370) dan imam Ibnu Majah rh. (no. 79 dan 4168)

Lantaran itu, kepada semua rakan mukminin, berkata dan beramalallah dengan ilmu. Bukan hanya dengan sesedap rasa dan ikut-ikutan sahaja. Tambah lagi dalam memberikan panduan dan hukuman, tiada lain mesti ia pasti dan tepat berdasarkan Al Qur’an dan as Sunnah. Fatwa dan hukum tidak wujud berdasarkan agakkan dan sangka-sangkaan. Sesungguhnya agakkan dan sangka-sangkaan membuka pintu kebatilan dan ia adalah perbuatan syaitan. Disertakan terjemahan artikel berdasarkan ucapan Syeikh Prof. Dr. Salih bin Sa’d As Suhaimi, Pensyarah Kanan, Universiti Islam Madinah Al Munawwarah, untuk manfaat ilmiyah bersama. Dipohon maaf atas terjemahan yang serba kekurangan.

Jangan Berfatwa dan Berhukum Sebarangan
Oleh : Syeikh Dr. Salih bin Sa’d As Suhaimi Al Harbi
Guru di Masjid Nabawi dan Universiti Islam Madinah Al Munawwarah

Dalam satu pertemuan bebas, pada hari Khamis malam 12 Rajab 1428 H/26 Julai 2007 M, pada Daurah Syar’iyah VII di Lawang, Malang, Jawa Timur, yang diselenggarakan Ma’ahad Ali Al Irsyad as Salafi, Surabaya, Syeikh Prof. Dr. Salih As Suhaimi sebelum membuka pertanyaan bebas, memulakan majlis dengan menyampaikan beberapa patah kata tentang fatwa dan hukum sebarangan. Bahan nukilan ini ditranskrip dan diterjemahkan dengan bahasa secara bebas serta terdapat beberapa hal yang diringkas oleh Al Fadhil Ustaz Ahmad Faiz Asifuddin Lc. Semoga memberi manfaat.

بسـم الله الرحمـن الرحيـم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه و نستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا و سيئات أعمالنا ، من يهد الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، صلى الله وسلم و بارك عليه و على آله وأصحابه أجمعين.

Pembicaraan hari ini mengenai persoalan yang amat penting, yaitu tentang fatwa dan hukum. Betapa pentingnya engkau memahami tentang fatwa. Mengapa? Sebab sebahagian orang begitu mudah dalam berfatwa. Tidaklah kurang menyesatkan banyak orang, termasuk para tukang fatwa yang berfatwa dengan tidak berdasarkan ilmu. Sehinggakan mereka sesat dan menyesatkan pula orang. Di antara peringatan supaya tidak sebarangan dalam berfatwa dan berhukum juga tidak berkata atas nama Allah Swt. tanpa dasar ilmu, ialah firman Allah Swt. sendiri :

"Katakanlah : Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang nampak mahu pun yang tersembunyi, juga mengharamkan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (juga mengharamkan) jika kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) jika kamu mengada-adakan perkataan atas nama Allah apa yang kamu tidak mengetahui".
Surah Al A’raaf (7) : ayat 33

Juga firman-Nya :

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran (telinga), penglihatan (mata) dan hati (perasaan), semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya (di akhirat nanti)".
Surah Al Isra`(17) : ayat 36
Dan firmanNya lagi :

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah & katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah & Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar".
Surah Al Ahzab (33) : ayat 70-71

Sementara itu, sesungguhnya Allah Swt. sangat mencela fatwa dan hukum yang didasari sangkaan-sangkaan. Dan fatwa tanpa ilmu termasuk sangkaan dusta. Dalam hal ini, Allah Swt. telah berfirman :

"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka". Surah An Najm (53) : ayat 23

"Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah".
Surah Sad (38) : ayat 26

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah (sesembahan)nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (itu)".
Surah Al Jatsiyah (45) : ayat 23

Sesungguhnya ada sebahagian orang jahil yang memaksakan diri menempuh jalur fatwa tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa dasar Kitabullah dan As Sunnah Rasul-Nya yang terang. Akibatnya para tukang fatwa itu menjadi salah satu di antara dua golongan: golongan yang berlebihan (ifrath-ekstrim) dan golongan yang memudah-mudahkan urusan (tafrith-remeh).

Maka (dari golongan yang memudah-mudahkan urusan) ada yang berfatwa menghalalkan beberapa perkara yg diharamkan dan bertoleransi membuang beberapa prinsip dasar dalam Islam dengan dalih menyenangkan hati orang-orang Yahudi dan Nasrani. (Padahal) Allah Swt. telah berfirman :

"Dan sekali-kali tidak akan redha orang-orang Yahudi & Nasrani kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka".
Surah Al Baqarah (2) : ayat 120

Ada sebahagian ahli ruang angkasa luar dan sebahagian orang yang mengaku berilmu di sebahagian saluran television, mereka menfatwakan halalnya riba. Sebahagian di antara mereka ada yang menfatwakan halalnya nyanyian. Sebahagian di antara mereka ada yang menfatwakan halalnya musik. Sebahagian lagi ada yang menghalalkan gambar makhluk hidup untuk keperluan yang bukan darurat. Ada sebahagian lain yang membolehkan pergaulan campur baur antara laki-laki dan wanita tanpa ada pembatas apa pun.

Kemudian ada pula yang memudahan-mudahkan fatwa tentang bolehnya wajah wanita terbuka. Dalam hal (wajah wanita) ini, dengan penuh rasa hormat kami kepada para imam terdahulu kami yang berpandangan bolehnya wajah wanita terbuka, kami tetap berpandangan bahawa yang benar adalah wajibnya hijab (kain yang menutupi hingga wajah, termasuk mata) bagi wanita, bukan sekedar niqab (tutup wajah yang memperlihatkan mata saja).

Ada lagi di antara mereka yang memudah-mudahkan untuk larut dengan orang-orang kafir serta duduk-duduk bersama mereka dalam jamuan-jamuan yang berisi kekufuran, pesta-pestaan, music dan nyanyian dan minuman keras untuk tujuan persahabatan.

Selanjutnya di antara mereka ada yang memudah-mudahkan untuk berfatwa bolehnya berjabat tangan dengan wanita. Bahkan sebahagian mereka sekarang ada yang beranggapan bahawa tidak mungkin suatu majlis akan bermanfaat kecuali jika di dalamnya ada laki-laki dan wanita. Sebagaimana anggapan 'Amr Khalid dan kawan-kawannya dalam sebuah kelompok “Pencipta Kehidupan”.

Namun siapakah sesungguhnya pencipta kehidupan? Tentu Allah Swt. Dialah Pencipta kematian dan kehidupan. Maka barang siapa yang mengaku dapat mencipta kehidupan selain Allah, juga menghukum sesuatu yang bukan dari Allah, berarti dia telah mempersekutukan Allah. Inilah beberapa contoh di antara banyak hal yang terjadi di lapangan tentang fatwa-fatwa dari orang-orang yang memudah-mudahkan urusan. Orang-orang yang lancang dalam menghalalkan perkara-perkara haram.

Golongan kedua, ialah golongan kaum ekstrim (berlebih-lebihan). Yaitu orang-orang yang menfatwakan bolehnya membunuh kaum Muslimin atas nama jihad. Padahal jihad berlepas diri dari mereka. (Syeikh Salih As-Suhaimi selanjutnya memberikan contoh pembunuhan terhadap Syeikh Jamilur Rahman rahimahullah puluhan tahun lalu. Dibunuh oleh seorang anggota kelompok pejuang Islam dari Arab atas nama jihad. Agar konspirasi dan pengarah pembunuhan tidak terungkap, maka si pembunuh pun dibunuh).

Demikianlah, kadang-kadang fatwa untuk membunuh, kadang-kadang fatwa untuk mencuri, untuk merompak, untuk merampas, untuk melakukan kekafiran dan malah berbagai lagi.

Di antara contoh fatwa kaum ekstrim ini, ialah fatwa-fatwa yang dikirim dari sebahagian orang yang menganggap dirinya berilmu dan melebihi dari orang lain, dimana sebahagian di antaranya ternyata adalah para penyembah kuburan. Fatwa-fatwa ini dikirim ke beberapa pemuda kita yang tertipu, tentang bolehnya melakukan peledakan, pembunuhan, kekacauan dan bolehnya melakukan kerosakan di dalam negeri kaum Muslimin. Mereka beranggapan bahawa ini adalah jalan menuju syurga.

Mereka memberikan fatwa ini sebagaimana para pastur gereja memberikan doktrin kepada kaum Nasrani tentang penghapusan dosa. Mereka mengatakan bahwa tidak ada jalan lain bagi kalian untuk masuk syurga kecuali dengan membunuh seorang polis / membunuh seorang pengawal keamanan, bahkan mungkin membunuh siapa saja yang menentang kalian. Sebab mereka berpandangan kafirnya masyarakat secara umum.

Bertahun-tahun mereka memiliki kemampuan untuk dapat melaksanakan beberapa rencana mereka. Bahkan dari tindakan mereka membuahkan hasil berupa peluang bagi orang-orang kafir untuk lebih berleluasa melakukan pendudukan dan tekanan ke atas sebahagian negeri Islam, melalui celah yang dilakukan oleh orang-orang Khawarij ini, yang oleh sebahagian orang diringankan sebutannya, yaitu mereka hanya disebut kaum teroris. Padahal sebutan yang paling tepat bagi mereka itu ialah kaum Khawarij.

Mereka menfatwakan bolehnya membunuh orang-orang tak bersenjata, merampas harta-harta milik dan berbuat bengis kepada anak-anak, wanita, orang-orang tua dan orang-orang lemah. Mereka memiliki jaringan-jaringan komunikasi dan laman-laman internet yang mendokong. Mereka ini lebih berbahaya dari golongan pertama. Mengapa? Bukankah kemaksiatan juga merupakan penghubung menuju kekafiran? Terutama bagi orang yang begitu mudah melakukan sebahagian perkara haram? Bagaimana mungkin golongan kedua ini dikatakan lebih berbahaya dari golongan pertama? Maksudnya, mengapa golongan ekstrim ini lebih berbahaya dari golongan yang memudah-mudahkan urusan kemaksiatan?

Ya, sebab (golongan pertama) yang menfatwakan bolehnya melakukan perkara-perkara haram, memberikan fatwa hanya kerana syahwat (hawa nafsu) saja. Sedangkan (golongan kedua) yang menfatwakan halalnya darah kaum Muslimin saudara sendiri, memberikan fatwa kerana alasan agama, kononnya atas perintah Allah Swt. dan rasul-Nya. Inilah letak bahayanya yang paling utama.

Sebab pembawaan kaum Muslimin, meskipun mereka menjadi pelaku kemaksiatan, namun tetap saja mereka membenci golongan pertama (yang memudah-mudahkan dalam membolehkan beberapa perkara haram). Sebagai misal, andaikata ada seseorang di antara mereka melakukan kemaksiatan, apakah dia rela jika kemaksiatan ini dilakukan anaknya? Tentu sekali tidak. Bahkan andai kata dia melakukan kemaksiatan yang dipandang ringan oleh sebahagian orang, seperti merokok misalnya, engkau boleh mendapati dia akan memukul anaknya jika melihat anaknya merokok, padahal dia sendiri pun pecandu rokok.

Andaikata ia melakukan zina -kita memohon agar Allah senantiasa melindungi kita semua dari perbuatan zina- tentu engkau mendapatinya akan selalu berusaha agar anak-anaknya terhindar dari zina tersebut. Oleh sebab dia melakukan perzinaan itu tidak dengan keyakinan terhadap apa yang ia lakukan, bahkan ia tetap beranggapan bahawa ia telah melakukan dosa besar dan berharap boleh lepas dari perbuatannya. Bukankah demikian?

Akan tetapi, orang-orang yang menfatwakan bolehnya membunuh orang-orang Islam, seagama dan bersaudara, berpandangan bahawa membunuh ini merupakan tuntutan agama. Di sinilah letak bahayanya yang amat dahsyat. Dan inilah bid’ah paling mungkar di zaman ini.

Oleh kerana itu, Imam Malik rh. telah mengatakan : Barang siapa mengada-adakan bid’ah dalam agama dan ia memandangnya hasanah (baik), maka sesungguhnya ia telah beranggapan bahwa Nabi Muhammad Saw. telah berkhianat (tidak menyampaikan Islam dengan lengkap) terhadap risalah. Sebab Allah Swt. telah berfirman :

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untu kamu agamamu dan telah Ku-sempurnakan untukmu nikmat-Ku, dan telah Ku redhai Islam itu jadi agamamu".
Surah Al Maaidah (5) : sebahagian ayat 3

Lantaran itu, apa saja yang pada hari itu (wuquf di Arafah) bukan agama, maka pada hari ini pun tetap jua bukan ia agama. Kerana alasan inilah, engkau mendapati para Salafus Solih sangat keras sikapnya kepada para ahli bid’ah, terutama Khawarij, lebih keras dari sikap mereka kepada para pelaku maksiat.

Tentu sekali tidak diragukan bahawa kemaksiatan amat berbahaya. Kemaksiatan adalah penghubung menuju kekafiran. Akan tetapi bagaimanapun, kemaksiatan-kemaksiatan ini masih lebih ringan daripada bid’ah. Itulah sebabnya, Imam Sufyan Ats-Tsauri rh. telah mengatakan : Sesungguhnya bid’ah lebih disukai oleh iblis dan syaitan daripada maksiat, kerana orang akan mudah bertaubat dari maksiat. Sedangkan bid’ah, orang tidak akan bertaubat daripadanya. Mana mungkin boleh mereka pelaku bid’ah bertaubat dari bid’ah, lantaran mereka menanggapi itulah agama yang benar malah lebih baik diperbuat, mereka rasa amat bersalah atau terkurang pula membuat amal agama jika tidak melakukannya. Na’uzubillahu min zaalik.

Sesungguhnya, Beliau & para ulama Salafus Solih lainnya berdalil dengan sabda Nabi Saw. :

إِنَّ اللهَ احْتَجَرَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
Sesungguhnya Allah menghalangi setiap ahli bid’ah dari taubat, sampai ia meninggalkan bid’ahnya.

Maka kita wajib memperhatikan masalah ini. Masalah ifrath (sikap berlebih-lebihan/ekstrim) sangat berbahaya. Sebab, orang-orang yang berlebih-lebihan (ekstrim), ketika melakukan tindakan-tindakan mereka, didasarkan kepada keyakinan bahawa tindakan-tindakan itu merupakan tuntunan agama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga mereka dapat mengelabui banyak orang. Dari sinilah Rasulullah Saw. bersabda :

إِنَّ اللهَ لاَيَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَ أَضَلُّوْا. متفق عليه
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari dada-dada manusia sekaligus. Akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan dimatikannya para ulama. Sehingga manakala Allah tidak menyisakan seorang 'alim pun, maka orang-orang akan mengangkat tokoh-tokoh yang bodoh. Tokoh-tokoh ini pasti akan ditanya, maka mereka akan berfatwa tanpa ilmu hingga mereka sesat & menyesatkan".

Baginda Rasulullah Saw. juga bersabda dalam hadits Tsauban:

إِنَّمَا أَخْشَى عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ (البرقاني)
"Sesungguhnya aku hanyalah mengkhuatirkan bagi umatku, adanya para imam yang menyesatkan".

Para sahabat Rodhiyallahu 'anhum dahulu, kadang berselisih pendapat dalam suatu masalah. Masing-masing mempunyai arah pandang tersendiri dalam masalah-masalah furu’ (cabang). Ketika ada seseorang datang kepada mereka untuk meminta fatwa, maka masing-masing sahabat tidak mahu langsung memberikan jawaban. Alasannya ada dua :

Pertama : Kerana masing-masing sahabat menghormati sahabat lainnya. Masing-masing lebih mengutamakan sahabat lain untuk menjawab, dan masing-masing berpandangan bahawa sahabat lain lebih layak untuk berfatwa.

Kedua : Kerana masing-masing sahabat bersikap wara’ (hati-hati) dalam berfatwa dan berhukum, lalu memilih untuk tidak tenggelam dalam fatwa.

Ini semua, jika berkaitan dengan masalah furu’. Namun apabila masalahnya menyangkut aqidah, maka mereka tidak pernah tinggal diam selama-lamanya. Mereka tidak mungkin diam sama sekali jika masalahnya sampai menyangkut 'aqidah / menyangkut nas Sunnah, / jika masalahnya sampai pada persoalan bid’ah. Kerana itulah, ketika Abu Bakar As-Siddiq Rhu. ditanya tentang makna perkataan Abban pada firman Allah Swt. (Surah Abasa (80) : ayat 31) :

وفكهة وأبا
Abu Bakar menjawab : “Bumi mana yang dapat kujadikan tempat berpijak, dan langit mana yang dapat menaungiku, apabila aku berkata tentang Kitabullah Subhanahu wa Ta'ala apa yang aku tidak mengetahuinya”.

Itulah Abu Bakar, padahal siapakah beliau? Namun beliau berkata sesuatu yang pasti benar.

Inilah beberapa patah kata pembukaan yang berkaitan dengan sifat dua kelompok, yaitu : kelompok ekstrim dan kelompok yang memudah-mudahkan urusan Allah Swt. dan rasul-Nya.

Akhir sekali, Saya berharap agar engkau betul-betul memahami dan menyedarinya. Berkata, berfatwa dan berhukumlah dengan ilmu. Ittiba’lah (ikutlah) juga dengan ilmu. Bukan yang berhukum hanya sebarangan dan yang mengikut juga jauh lebih sebarangan. Hanya Allah-lah Dzat Pemberi Petunjuk menuju ke jalan lurus. Solawat, salam & barokah Allah Swt., hendaknya senantiasa tercurah pada junjungan mulia Nabi kita Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya. Mudah-mudahan Allah Swt. senantiasa mencucuri rahmah, petunjuk dan keampunanNya kepada kita semua.

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun 12I/1429H-2008M. Penerbit : Yayasan Lajnah Istiqomah, Surakarta. Laman web : almanhaj. or. id

Akhirul Kalaam : Sesungguhnya Allah Swt. mengangkat darjat seorang manusia dengan ilmu dan terpelihara dirinya dari kebatilan disebabkan oleh ilmu. Ilmulah yang membawa manusia kepada kebenaran dan kecemerlangan. Bahana kehancuran ummat Muslimin hari ini berpunca daripada kealpaan dan sikap mengambil mudah terhadap ilmu. Tradisi mengagungkan ilmu telah bertukar menjadi budaya pak turut secara taqlid buta sahaja begitu membesar dan berakar umbi dalam masyarakat Islam. Lantaran itulah, ummat Muslimin yang suatu masa dulu amat agung dan terkemuka malah menjadi pusat rujukan segala ilmu, kini jauh ketinggalan dan mundur berbanding ummat yang lain.

Tidak hairan, segala bentuk ilmu yang berasal dari ummat Islam sendiri, kini dikuasai oleh orang lain dan ummat Muslim pula yang menuntut dari mereka. Ini amat terbalik dengan suasana rautusan tahun dahulu dimana, ummat Islamlah yang menjadi rujukan seluruh dunia dan senantiasa berada di puncak kecemerlangan. Suka atau tidak, akuilah hakikatnya bahawa hampir keseluruhan asas ilmu datangnya dari sumber Islam ya’ni Al Qur’an dan As Sunnah Nabi Saw. dan hampir semua pemuka dan sarjana ilmu datangnya dari ummat Islam seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Al Jabar dan lain-lain.

Begitulah hakikatnya, kita ummat Muslimin tidak lagi terkedepan lantaran kurang menguasai ilmu, dan tanpa ilmu dan ketaqwaan kepada Allah, manusia akan jadikan dunia ini hanyalah satu laknat bukannya nikmat.

Dalam satu sabdanya, Baginda Saw. menjelaskan bahawa dunia ini hanyalah laknat kecuali kepada orang yang berilmu atau mempelajari ilmu :

“Dari Abu Hurairah Rhu. ia berkata bahawasanya Nabi Saw. bersabda : Ketahuilah, bahawa dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada didalamnya, kecuali zikir kepada Allah dan ketaatan kepadaNya, orang berilmu atau orang yang mempelajari ilmu”.
Hadis riwayat imam Ibnu Majah rh. (no. 4112) imam Ibnu Abdil Barr rh. (Jilid 1, no. 135) dan imam Tarmidzi rh. (no. 2322) dan beliau menyatakan ia hadis hasan.

Demikianlah ketinggian martabat dan keutamaan ilmu, yang dengannya manusia dapat melakukan ibadah sebenar-benarnya selaras dengan yang dituntut oleh Allah Swt. dan rasulNya. Dalam satu sabdaan lagi, Baginda Saw. mengatakan dengan jelas tentang keutamaan berilmu berbanding melakukan ibadah tanpa ilmu :

“Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Rhu. ia berkata bahawasanya Nabi Saw. bersabda : Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan agama kalian yang paling baik adalah al wara’ (berhati-hati dalam melakukan ibadah, menjurus kepada ketaqwaan)”.
Hadis hasan riwayat imam Thabrani rh. (no. 3972) dan imam Ibnu Abdil Barr rh. (Jilid 1 no. 96) dan imam Al Bazaar rh. dalam Sahiih At Targhiib Wa Tarhiib (no. 68)

Tuntutlah ilmu dan berilmulah, sebelum berkata-kata, beramal, berfatwa dan berhukum.

والله اعلم

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat dhaif ini.

سكيان
والسلام


0 ulasan: