Selasa, 13 Jun 2017

Antara Wali Allah Dan Wali Syaithon

2 ulasan
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
وبعد , يسرلي أمري وأحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي  رب إشرح لي صدري و

Segala puji bagi Allah Swt., Pencipta sekelian alam. Salawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Selamat sejahtera ke atas para Ahlul Bait, SahabatNya, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, para Syuhada dan Salafus Soleh serta orang-orang yang mengikut mereka dengan baik hingga ke hari kemudian. A'mma ba'du.

Saya mendoakan agar Allah Swt. sentiasa menerima semua amalan kita seterusnya melimpahkan segala rahmat dan keampunan-Nya di hari dan bulan yang mulia ini, Insya’Allah. Juga saya memohon perlindungan, rahmat dan bimbingan dari Allah Swt. dari sebarang kesilapan dalam menuliskan nukilan ini.

Para sahabat jamaah yang dikasihi, pilihlah jalan kebaikan agar redho Allahu Ta’ala senantiasa mengiringi hidup kita.

Antara Wali Allah Dan Wali Syaithon

Ketika disebut kata *wali* maka yang langsung terbayang dalam benak kita adalah *suatu keanehan, kepelikan dan keluarbiasaan*. Itulah yang dapat ditangkap dari pemahaman masyarakat terhadap ma'na wali ini. *Maka, bila ada orang yang bertingkah laku aneh, apalagi kalau sudah dikenal sebagai kyai, tok syeikh, ulama', tok guru dan berbagai, disangka mempunyai indera keenam sehingga mengerti semua yang belum terjadi (ghoib), segera disebut dan dipuja sebagai wali*. 

Bahkan ada juga yang disebut sebagai wali, padahal sering meninggalkan solat wajib. Ketika ditanyakan, dia menjawab : “Kami kan sudah sampai tingkat ma’rifat, jadi tidak apa-apa tidak mengerjakannya. Sedangkan solat itu bagi yang masih taraf syari’at.

Lalu, siapakah wali Allah yang sebenarnya ?

Definisi Wali

Secara epistimologi, kata wali adalah lawan dari ‘aduwwu (musuh) dan muwaalah adalah lawan dari muhaadah (permusuhan). Maka wali Allah adalah “orang yang mendekat dan menolong (agama) Allah atau orang yang didekati dan ditolong oleh Allah”. 

Definisi ini semakna dengan pengertian wali dalam terminologi Al Qur’an, sebagaimana Allah berfirman :









“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
Surah Yunus : ayat 62~64

Dari ayat tersebut, wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Al Qur’an dan terucap melalui lisan rosul-Nya, memegang teguh syari'at~Nya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (terawasi oleh Allah), berterusan dengan sifat ketaqwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai-Nya berupa kelalaian menunaikan wajib dan melakukan hal yang diharamkan.
Lihat : Muqoddimah Karomatul Auliya’, Al-Lalika’i, Dr. Ahmad bin Sa’d Al-Ghomidi, jilid 5 hal. 8

Imam al hafidz Ismail bin Umar Ibnu Katsir rhm. menafsirkan :
“Allahu Ta’ala menginformasikan bahawa para wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Siapa saja yang bertaqwa maka dia adalah wali Allah”
Tafsiir ul Qur'aan il Adziim, Jilid 2 hal. 384

Syaikh Muhammad bin Solih Ibnu Utsaimin rhm. juga menjelaskan dalam Syarah Riyadhus Shalihin no. 96, bahawa wali Allah adalah :
“orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Mereka merealisasikan keimanan di hati mereka terhadap semua yang wajib diimani, dan mereka merealisasikan amal solih pada anggota badan mereka, dengan menjauhi semua hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang haram. Mereka mengumpulkan pada diri mereka kebaikan bathin dengan keimanan dan kebaikan lahir dengan ketaqwaan, merekalah wali Allah.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  dalam Al Furqon Baina Auliya’ ir Rohman wa Auliya’ usy Syaithon mengatakan :
“Bukan termasuk wali Allah melainkan orang yang beriman kepada Rasulullah Saw., beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikuti secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti Baginda Saw. maka tidak termasuk wali Allah, bahkan jika dia menyelisihinya maka termasuk musuh Allah dan wali syaithon”.

Allahu Ta’ala berfirman :



قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ





Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.
Surah Ali Imron : 31

Hasan Al Basri rhm. berkata : 
“Suatu qaum mendakwa mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka”.

Allahu Ta'ala sungguh telah menjelaskan dalam ayat tersebut, barang siapa yang mengikuti Rasulullah Saw. maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mendakwa mencintai-Nya tapi tidak mengikuti Baginda Saw. maka dia tidak termasuk dalam golongan wali Allah.

Walau pon banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, akan tetapi kenyataannya mereka bukan wali-Nya.

Dari huraian di atas, terlihat bahawa cakupan definisi wali ini begitu luas, mencakup setiap orang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan. Maka wali Allah yang paling utama adalah para nabi. Para nabi yang paling utama adalah para rasul. Para Rasul yang paling utama adalah ‘ulul azmi. Sedang ‘ulul azmi yang paling utama adalah Nabi kita Muhammad Saw.

Maka sangat salah suatu pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahawa wali itu hanya dimonopoli oleh sekelompok orang-orang tertentu, semitsal ulama', kyai, tok syaikh, tok guru, tok lebai, oaring-orang tertentu, apalagi hanya terbatas pada orang yang memiliki ilmu yang aneh-aneh, peramal kepada yang ghoib, mengaku mendapat ilham langsung dari Allah dan sampai pada orang yang memperlekehkan kewajiban syari’at yang diwajibkan atasnya.

Ingat sekali lagi, piawai sesaorang termasuk wali Allah adalah bertaqwa dan beriman yang sebenar~benarnya kepada Allahu Ta'ala dan rosul~Nya.

Jika ia malah memiliki ilmu-ilmu aneh tapi culas mengerjakan solat juga menyeru manusia kepada ketahyulan, kepercayaan karut, pelaku kebid'ahan, menyeru kepada pengkultusan manusia dan pengamalan hal yang tidak datang dari Allahu Ta'ala dan rosul~Nya. ini sunggoh bukan wali Allah tetapi benar~benar wali syaithon.

والله تعالى أعلم  ,  وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وأصحابه أجمعين.

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat faqir dan dhoif ini.

سكيان , والسلام

eddzahir @ 38
tanah liat, bukit mertajam



2 ulasan:

Unknown berkata...

assalam...takrif tuan tentang wali Allah adalah secara umum.Bagaimana pula dengan pandangan ulamak-ulamak muktabar tentang wali-wali tersebut.Antaranya(banyak lagi) adalah seperti

1. Al-Aqtab

Al Aqtab berasal dari kata tunggal Al Qutub yang mempunyai erti penghulu. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Al Aqtab adalah darjat kewalian yang tertinggi. Jumlah wali yang mempunyai darjat tersebut hanya terbatas seorang saja untuk setiap masanya. Seperti Abu Yazid Al Busthami dan Ahmad Ibnu Harun Rasyid Assity. Di antara mereka ada yang mempunyai kedudukan di bidang pemerintahan, meskipun tingkatan taqarrubnya juga mencapai darjat tinggi, seperti para Khulafa’ur Rasyidin, Al Hasan Ibnu Ali, Muawiyah Ibnu Yazid, Umar Ibnu Abdul Aziz dan Al Mutawakkil.

2. Al-A immah

Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai erti pemimpin. Setiap masanya hanya ada dua orang saja yang dapat mencapai darjat Al Aimmah. Keistimewaannya, ada di antara mereka yang pandangannya hanya tertumpu ke alam malakut saja, ada pula yang pandangannya hanya tertumpu di alam malaikat saja.

3. Al-Autad

Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai erti pasak. Yang memperoleh darjat Al Autad hanya ada empat orang saja setiap masanya. Kami

menjumpai seorang di antara mereka dikota Fez di Morocco. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi.

4. Al-Abdal

Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai erti menggantikan. Yang memperoleh darjat Al Abdal itu hanya ada tujuh orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan oleh yang lain. Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan darjat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar, gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”.

5. An-Nuqaba’

An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai erti ketua suatu kaum. Jumlah wali Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya ada dua belas orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahsia yang tersembunyi di hati seseorang. Selanjutnya mereka pun mampu untuk meramal tentang watak dan nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh. Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahsia seorang setelah melihat bekas jejaknya. Apakah Allah tidak mampu membuka rahsia seseorang kepada seorang waliNya?

6. An-Nujaba’

An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai erti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana sahaja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahawa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi darjatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari lapan orang.

7. Al-Hawariyun

Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai erti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh sabda Nabi: “Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Tetapi beliau saw berkata demikian, kerana beliau tahu hanya Zubair sahaja yang meraih darjat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.

Unknown berkata...

sambungan pembahagian wali-wali.tapi saya nyatakan gelarannya sahaja...(banyak sgt)

8. Al-Rajbiyun
9. Al-Khatamiyun
10. Rijalul Ghaib
11. Rijalul Quwwatul Ilahiyah
12. Rijalul Hanani Wal Athfil Ilahi
13. Rijalul Haibah Wal Jalal
14. Rijalul Fathi
15. Rijalul Ma’arij Al’-‘Ula
16. Rijalu Tahtil Asfal
17. Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kaun
18. Rijalul Istithaalah
19. Ilahiyun Rahmaniyun
20. Rijalul Ghina Billah