Isnin, 25 Februari 2013

Risalah Jumaat : Hubungan Antara Akhlak, Aqidah Dan Iman.

0 ulasan


HUBUNGAN ANTARA AKHLAQ, AQIDAH DAN IMAN
Sesungguhnya antara akhlaq, aqidah dan iman itu terdapat satu pertalian yang sangat kuat sekali, karena akhlaq yang baik itu sebagai bukti dari keimanan yang kuat, sedangkan akhlaq yang buruk sebagai bukti dari iman yang lemah. Semakin sempurna akhlaq seorang muslim berarti semakin kuat imannya. Rasulullah saw bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya di antara mereka".  
    [HR. Tirmidzi 3/315 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shagir I/266-267]
Akhlaq yang baik adalah sebagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan memiliki kelebihan dalam timbangan, pemiliknya sangat dicintai oleh Rasulullah saw. Demikian pula akhlaq yang baik merupakan salah satu sarana seseorang masuk ke dalam syurga. Rasulullah saw bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
"Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia" [HR. Tirmidzi dan Abu Daud dan di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dlm Shahih Tirmidzi 2/194]
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai di antara kalian, dan paling dekat majelisnya denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya di antara kalian".  
[HR. Tirmidzi dan di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shaghir 1/439]
Nabi saw pernah ditanya tentang sebab banyaknya manusia yang dimasukkan ke dalam syurga, maka beliau menjawab:
وَحُسْنُ الْخُلُقِ
"Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik." 
[HR. Tirmidzi dan di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi 2/194]
Akhlaq yang baik mencakupi pelaksanaan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
“Kebanyakan orang memahami bahwa akhlaq yang baik itu khusus mu’amalahnya seorang hamba dengan sesamanya, tidak ada hubungannya antara mu’amalah dengan Al-Khaliq, tetapi ini adalah pemahaman yang dangkal. Akhlak yang baik mencakupi mu’amalah dengan sesama makhluq dan juga mu’amalah seorang hamba dengan Allah. Ini harus difahami oleh kita semua. Akhlaq yang baik dalam bermuamalah dengan Allah mencakup tiga perkara:
1.         Membenarkan berita-berita yang datang dari Allah
2.       Melaksanakan hukum-hukumNya
3.       Sabar dan ridha kepada takdirNya”
[Dinukil dari Makarimul Akhlaq, hal: 16]
Dr. Abdullah bin Dhaifullah Ar-Ruhaili berkata:
“Sesungguhnya hak Allah yang menjadi kewajiban atas seorang manusia adalah hak yang paling besar, demikian pula adab terhadap Allah adalah kewajiban yang paling wajib.”
Karena Dia adalah Maha Pencipta tidak ada sekutu bagiNya, sedangkan selainNya adalah makhluq, maka tidaklah sama antara hak makhluq dibandingkan dengan hak Allah.
Begitu pula adab manusia terhadap Allah tidaklah sama dengan adab manusia kepada sesamanya. Karena Allah itu Pencipta dan tidak ada sekutu bagiNya, maka wajiblah atas seorang manusia untuk mentauhidkanNya, bersyukur dan beradab kepadaNya sesuai dengan apa yang telah digariskan.
Adapun pokok-pokok mu’amalah manusia dengan Allah secara ringkas adalah sebagai berikut:
Beriman kepadaNya dengan mantap, mentauhidkanNya dalam nama-nama, sifat-sifatNya dan mentauhidkanNya dengan beribadah, selalu taat kepadaNya dan menjauhi maksiat, baik di kala sendirian atau ketika disaksikan orang lain, secara rahasia ataupun terang-terangan, baik dalam keadaan sulit maupun mudah.
Mengagungkan syiar-syiar Allah dan aturanNya, serta tunduk kepada syari’atNya, menghormati kitabNya dan sunnah-sunnah NabiNya saw, beradab kepada keduanya dan menerima keduanya dan memahami dan mengamalkannya dengan benar tanpa berlebihan dan tanpa menganggap remeh, memberikan perhatia
Mengagungkan Allah dan mensucikanNya dari segala kekurangan, mensifatiNya dengan apa yang Allah sifatkan dalam kitabNya dan melalui lisan RasulNya saw, ridha kepada Allah dan takdirNya, mencintaiNya lebih, dari yang lain, selalu berdzikir dan bersyukur kepadaNya, memperbaiki ibadah kepadaNya, berbuat baik kepada hamba-hambaNya, tidak berbuat zhalim kepada mereka dan berprasangka baik kepadaNya.”  [Dinukil dari kitab: “Al-Akhlaq Al-Fadhilah Qawaa’id wa Munthalaqat Liktisabiha” hal. 86-87]
Sebagian manusia ada yang berpendapat bahwa dien Islam ini adalah semata-mata pergaulan yang baik kepada manusia, sehingga merugikan manusia adalah kejahatan terbesar. Kemudian terlihat secara zahir, dia berperilaku baik kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama dia menyia-nyiakan hak-hak Allah, dengan berbuat syirik, kufur, bid’ah, dan maksiat lainnya. Dia berdo’a kepada selain Allah, menyembelih haiwan untuk dijadikan sebagai sembahan, menyianyiakan solat. Ketika orang tersebut ditegur, ia akan mengatakan bahwa ini adalah urusan pribadi, dan orang yang berhak untuk ditegur adalah orang yang menyakiti tetangga, mengambil hak orang lain, korupsi dan lain sebagainya. Tidakkah ia tahu bahwa dosa syirik adalah dosa besar dan Allah tidak akan mengampuninya kecuali jika si pelaku bertaubat. Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, Dan Dia akan mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya". [an-Nisa’ : 116]
Disisi lain terdapat juga sebuah fenomena, adanya sebagian orang yang meremehkan masalah akhlaq kepada sesama makhluq dengan sangkaan bahwa dien itu semata-mata menunaikan hak Allah tanpa menunaikan hak makhluq. Pada hal sesungguhnya menunaikan hak manusia adalah bagian dari menunaikan hak Allah swt. Juga telah disentuh sebelumnya bahwa terdapat hubungan yang erat antara keimanan kepada Allah dengan akhlaq kepada sesama makhluq. Rasulullah saw bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling akhlaqnya di antara mereka".
[HR. Tirmidzi 3/315 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shagir I/266-267]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau (kalau tidak boleh) hendaklah diam". [HR. Bukhari]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائقَهُ
"Demi Allah! seseorang tidak akan beriman (beliau mengucapkannya tiga kali), Para sahabat bertanya: “Siapakah dia Wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab : “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya." [HR. Bukhari]
Dan keterangan-keterangan lainnya yang menunjukkan bahwa seorang muslim tidak akan berbuat aniaya kepada orang lain.
KEUTAMAAN AKHLAQ YANG BAIK.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy rahimahullah berkata: “Banyak nash dalam Al-Qur’an maupun al-Hadits yang menganjurkan untuk berakhlaq yang baik dan memuji orang yang menghiasi diri dengannya, serta menyebutkan keutamaan-keutamaan yang diraih oleh orang yang berakhlaq mulia. Disebutkan pula pengaruh-pengaruh positif dari akhlaq yang mulia berupa manfaat dan maslahat, baik yang umun maupun yang khusus.
1.      Di antara faedahnya yang paling besar adalah dalam rangka melaksanakan perintah Allah dan perintah RasulNya saw , serta meneladani akhlaq nabi saw yang agung. Berakhlaq yang baik iu sendiri merupakan ibadah yang besar sehingga seorang hamba dapat hidup dengan penuh ketenangan dan kenikmatan secara konsisten, di samping ia memperoleh pahala yang besar.
2.    Orang yang berakhlaq mulia dicintai oleh orang yang dekat maupun yang jauh, musuh bisa berubah haluan menjadi teman, orang jauh menjadi dekat.
3.    Dengan akhlaq yang baik akan memantapkan dakwah yang dijalankan oleh seorang da’i dan guru yang mengajarkan kebaikan, ia mendapat simpati banyak orang. Mereka akan mendengarkan dengan hati yang senang dan siap menerima penjelasannya dengan sebab akhlaq yang baik, juga karena tidak ada yang menghalangi jarak antara keduanya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu". [ali Imran: 159]
Keterangan tambahan (dari penyusun):
“Sebelum melanjutkan penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah, ada baiknya kita mendengarkan penjelasan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam ceramahnya yang berjudul Al-Ghutsa’u wal bina’u.
Beliau berkata: “Terdapat kontradiksi antara ilmu yang dipelajari oleh sebagian orang dengan amalan mereka. Sebagian dari mereka tidak memiliki akhlaq yang mulia, tidak suka bersilaturrahmi, suka berdusta, mengingkari janji, kasar, bermuka masam, padahal senyummu kepada saudaramu adalah shadaqah. Juga kurang aktif dalam amal sosial, seperti membantu para janda, anak yatim dan orang-orang yang perlukan bantuan. Hendaklah dakwah itu tidak terbatas di atas mimbar dan ceramah di majlis ilmu saja, hendaklah imbangi dengan dakwah bil hal (dengan perbuatan) dan akhlaq yang mulia, karena pengaruhnya lebih besar daripada berdakwah dengan kata-kata...”
1.      Akhlaq itu merupakan ihsan (berbuat baik kepada orang lain) yang terkadang memiliki nilai tambah melebihi ihsan dengan harta. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكُمْ لَنْ تَسَعُوا النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ لِيَسَعْهُمْ حُسْنُ الْخُلُقِ
"Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan manusia dengan harta-harta kalian tetapi yang dapat memuaskan mereka adalah akhlaq yang baik".
     Yang sempurna apabila kedua hal tersebut dimiliki sekaligus, akan tetapi jika seseorang tidak punya sehingga tidak dapat berbuat baik kepada orang lain dengan material, maka dapat diganti dengan akhlaq yang baik, yaitu dengan perilaku dan ucapan yang baik, bahkan mungkin mempunyai pengaruh yang lebih bekesans daripada berbuat baik dengan harta.
2.    Dengan akhlaq yang baik, hati yang tenang dan tentram akan memantapkan seseorang untuk mendapatkan ilmu yang ia inginkan.
3.    Dengan akhlaq yang baik, memberikan kesempatan bagi orang yang berdiskusi untuk mengemukakan hujjahnya, dan ia dapat pula memahami hujjah teman diskusinya, sehingga bisa terbimbing menuju kebenaran dalam perkataan dan perbuatannya.Di samping itu akhlaq yang baik menjadi faktor terkuat untuk men mendapat kedua hal tersebut di atas pada teman diskusinya. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah memberikan pada kelembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekasaran".   
               [HR. Thabrani, Syaikh Ali bin Hasan menshahihkannya berdasarkan syawahidnya]
4.    Akhlaq yang baik dapat menyelamatkan seorang hamba dari sikap tergesa-gesa dan sikap sembrono, disebabkan oleh kematangannya, kesabarannya dan pandangannya yang jauh ke depan, mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan menghindarkan bahaya yang ia khawatirkan.
5.    Syaikh Shalih Alu Syaikh menyebutkan dalam ceramahnya yang berjudul Al-Ghutsa’ wal bina’ bahwa ada empat fenomena yang boleh mengotori dakwah iaitu:
a.    Memandang sesuatu hanya dari satu sisi, tidak dari sisi yang lain. Biasanya mereka ini telah mendapatkan doktrin dari guru mereka dan selalu bertaklid sehingga tidak dapat berpendapat lain, selain yang digariskan oleh guru..
b.    Terburu-buru.
c.     Fanatik madzhab, fanatik kelompok serta kultus individu
d.    Menuntut kesempurnaan pihak lain, baik persaorangan ataupun organisasi.
6.    Dengan akhlaq yang baik seseorang dapat menunaikan hak-hak yang wajib dan sunnah kepada keluarga, anak-anak, kerabat, teman-teman, tetangga, customer (pelanggan) dan semua orang yang berhubungan dengannya, karena berapa banyak hak orang lain yang terabaikan disebabkan oleh akhlaq yang buruk.
7.    Akhlaq yang baik itu membawa kepada sifat adil. Orang yang berakhlaq baik biasanya tidak melegalisasi semua tindakan dan ia akan menjauhi sikap keras kepala pada pendapatnya sendiri, karena keduanya itu mengakibatkan sikap tidak adil dan menzhalimi orang lain.
8.    Orang yang berakhlaq baik selalu dalam keadaan tenang dan penuh dengan kenikmatan dan hatinya tentram sebagai modal bagi kehidupan yang bahagia. Adapun orang yang berakhlaq buruk selalu dalam keadaan sengsara, tersiksa lahir batin, selalu dalam pertentangan dengan dirinya sendiri, dengan anak-anaknya, dengan orang-orang yang berhubungan dengannya. Hidupnya menjadi terganggu, waktunya sia-sia, tidak mendapatkan keutamaan-keutamaan dari akhlaq yang baik, bahkan yang ia dapatkan adalah akibat yang jelek disebabkan akhlaq yang buruk.
Dengan semua ini atau yang semisalnya akan membuat jelas maksud sabda Rasulullah saw.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan sholat dengan baik hanya dengan akhlaq yang baik" [5].
[Dinukil dari “A-Mu’in ‘ala tah-shili adabil’ilmi” hal. 61-65]
BEBERAPA CARA MEMPROLEH AKHLAQ YANG BAIK.
Akhlaq yang baik dapat dimiliki oleh manusia dengan dua jalan:
1.      Sifat dasar yang sudah ada sebelumnya sebagai pemberian dari Allah, dan pemberian dari Allah ini diberikan kepada orang yang Dia kehendaki. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Asyaj Abdul Qais:
إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمِ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا قَالَ بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ
"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua akhlaq yang dicintai Allah, iaitu tahan emosi dan teliti.” Aisyah bertanya: “Wahai rasulullah, apakah kedua akhlaq tersebut karena usahaku untuk mendapatkannya ataukah pemberian dari Allah?” Beliau menjawab: “Pemberian dari Allah sejak awal.” Aisyah berkomentar: “Segala puji bagi Allah yang memberiku dua akhlaq yang dicintai oleh Allah dan RasulNya sebagai sifat dasar.” [6].
2.  Dengan cara berusaha untuk mendapatkan akhlaq yang baik. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy menjelaskan bahwa setiap perbuatan terpuji, baik yang nampak maupun yang tidak nampak, pasti dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkannya. Di samping usaha kita, maka watak dasar sebagai faktor terbesar yang dapat membantu seseorang untuk memperoleh akhlaq yang baik, dengan sedikit usaha saja bisa tercapai apa yang ia kehendaki.
     Kemudian Syaikh Abdurrahman menjelaskan beberapa sebab untuk memperoleh akhlaq yang baik:
a.    Ketahuilah termasuk faktor terbesar yang dapat membantu seseorang memperoleh akhlaq yang baik adalah dengan cara berfikir tentang keutamaan-keutamaan akhlaq yang baik. Karena motivasi terbesar untuk melakukan seuatu perbuatan baik adalah mengetahui hasil dan faidah yang dapat dipetik darinya, meskipun perkara tersebut suatu perkara yang besar, penuh dengan tantangan dan kesulitan, akan tetapi dengan bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian, maka kesulitan dan beban yang berat itu akan terasa ringan.
Setiap kali terasa berat bagi jiwa untuk berakhlaq yang baik, segeralah ia diingatkan dengan keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia dan hasil yang akan diperoleh dengan sebab kesabaran, maka dirinya akan melunak, tunduk patuh, pasrah dan penuh harapan untuk mendapatkan segala keutamaan yang didambakan.
Faktor terbesar lainnya adalah faktor kemauan yang kuat dan keinginan dan tulus untuk memiliki akhlaq yang mulia. Ini adalah seutama-utama bekal seseorang yang diberi taufiq oleh Allah. Maka semakin kuat keinginan untuk berakhlaq yang mulia, –insya Allah- akan semakin mudah untuk mencapainya. [7].
Hendaklah seseorang memperhatikan, bukankah akhlaq yang buruk akan mengaibatkan penyesalan yang mendalam dan kegelisahan akan selalu menyertainya? di samping pengaruh-pengaruh buruk lainnya. Dengan demikian ia akan menolak berperilaku dengan akhlaq yang buruk.
d.  Melatih diri dengan akhlaq yang baik [8] dan memantapkan jiwa untuk meniti sarana-sarana yang dapat membawa kepada akhlaq yang baik. Hendaklah seseorang mengokohkan dirinya untuk siap berbeda pendapat dengan orang lain, karena orang yang berakhlaq baik pasti akan mendapat penentangan dari orang banyak, baik dalam pemahaman ataupun dalam keinginan.
     Setiap muslim pasti akan mendapatkan gangguan,baik berupa ucapan ataupun perbuatan. Maka hendaklah ia tabah dalam menanggung derita.
     Perlu diketahui, bahwa gangguan berupa ucapan yang menyakitkan hanya akan merugikan si pengucapnya, dan seseorang dikatakan tegar jika ia tidak terpancing dengan ucapan-ucapan yang dimaksudkan untuk memancing emosinya, karena ia tahu jika ia terpengaruh atau marah berarti ia telah membantu si pengucap yang menginginkan kerugiannya.
     Jika ia tidak peduli, tidak ambil pusing dan bersikap acuh, maka hal itu akan menjengkelkan hati si pengganggu yang bertujuan hanya menyakiti hatinya, membuatnya menjadi gusar, gelisah dan cemas. Sebagaimana manusia itu berusaha menghindari gangguan yang akan menimpa fisiknya, maka hendaklah ia berusaha pula menghindari setiap gangguan yang menimpa batinnya, iaitu dengan tidak memberi perhatian kepadanya. [Buku Al-Mu’in ‘Ala Tah-shiili Adabil ilmi wa Akhlaaqil Muta’limin... hal. 66-68]
e. Termasuk usaha yang paling penting dan paling berpengaruh adalah berdo’a kepada Allah, meminta agar Dia memberikan taufiq kepada kita semua dan mengaruniakan kepada kita akhlaq yang baik, dan agar menghindarkan diri kita semua dari akhlaq yang buruk. Semoga Allah membantu dan memudahkan kita dalam rangka memperoleh akhlaq yang baik.
... وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ ...
"(Wahai Allah) Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang baik, karena tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada akhlaq yang baik kecuali Engkau, dan palingkanlah dariku keburukan, karena tidak ada yang dapat memalingkan keburukan kecuali Engkau" [9]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah berdo’a dengan do’a sebagai berikut:
اللَّهُمَّ جَنِّبْنِيْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ و الأَدْوَاءِ
"Wahai Allah, jauhkanlah aku dari kemungkaran-kemungkaran akhlaq, dari kemungkaran-kemungkaran amal, dari kemungkaran-kemungkaran nafsu dan dari penyakit"
Dalam riwayat yang lain:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ
"Wahai Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari kemungkaran-kemungkaran akhlaq, dari kemungkaran-kemungkaran amal, dari kemungkaran-kemungkaran hawa nafsu" [HR. Tirmidzi 5/233, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi 3/184]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdo’a pula:
اللَّهُمَّ كَمَا أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي
"Wahai Allah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlaqku". [HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ush Shagir 1/280]

Nota:
Kupasan Sifat-Sifat Mazmumah dan Mahmudah oleh Drs Kariman dalam bentuk MP3 boleh diperolehi dengan harga RM5 satu.
Pecahan kos adalah seperti berikut:
  1. Harga CD                                                                                - RM 1
  2. Kos Penghantaran                                                                   - RM 1
  3. Infaq kepada Badan Kebajian Fakir Miskin Muhammadiyah   - RM 3  - RM 5
Jika ingin memilikinya CD1 & CD2, sila e-mail alamat rumah kepada saya dan cara bayaran akan dimaklumkan.
RM3 dari bayaran CD yang tuan/puan jelaskan akan digunakan untuk membeli makanan untuk fakir dan miskin yang kini meneri bantuan bulanan dari Badan ini. Amaunnya nampaknya sedikit tetapi ia merupakan amal jariah yang amat berguna apabila kita dihisab nanti.


0 ulasan: