Rabu, 30 Mac 2011

Ilmu Faraaid/Warisan : Kuliah Asas Siri 3

0 ulasan
Subject: Ilmu Faraid/Warisan : Kuliah 3

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Segala puji bagi Allah Swt. Salawat dan Salaam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad Saw, Sejahtera ke atas para ahlul bait, sahabatNya, tabi'in, tabi'ut tabi'in, para syuhada dan salafus soleh.

Alhamdulillah, saya mendapat banyak respons berhubungkait dengan penulisan ini. Terima kasih kepada semua rakan-rakan yang membuat maklumbalas itu. Dan, ada juga rakan-rakan yang bertanya fasal pembahagian faraid serta pengurusan harta. InsyaAllah, saya akan membantu apa yang termampu. Saya berpandangan, adalah lebih sekiranya artikel berkenaan asas-asas ilmu faraid ini diteruskan terlebih dahulu sehingga habis. Justifikasi saya begini, kaedah pembahagian harta pusaka dan sistem perwarisan adalah sudah ditetapkan oleh Islam. Tanpa memahami hal asas yang telah termaktub itu, dikhuatiri akan menyebabkan salah fahaman dan salah tanggapan pula nanti, terutamanya kepada yang tidak hadir kuliah dahulu.

Syarat-Syarat Menjadi Waris
Syarat-syarat yang melayakkan seseorang menjadi Waris kepada Pewaris ada 3 yaitu :

1. Telah meninggalnya Pewaris baik secara nyata maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, kerana setelah dinantikan hingga satu tempoh waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai hidup matinya). Hal ini sering terjadi pada saat berlakunya bencana alam, tenggelamnya kapal di lautan, dan lain-lain.

2. Adanya ahli Waris itu yang masih hidup secara nyata pada waktu Pewaris meninggal dunia. Ahli waris yang telah meninggl dunia terlebih dahulu sebelum Pewaris, tidak berhak menjadi Waris dan tidak berhak mendapat apa-apa harta pusaka Pewaris.

3. Seluruh ahli Waris telah diketahui secara pasti dan secara sah, termasuk kedudukannya dan hubungannya terhadap Pewaris dan jumlah bahagian mereka masing-masing.

Bagi perkara 1 dan 2 di atas, hak mendapat warisan tidak boleh terjadi sekiranya perkara 1 dan 2 itu tidak berlaku. Manakala, bagi perkara 3, pembahgian boleh dilakukan kepada setiap Waris mengikut kelompok warisan mana mereka berada dan, ditahap itulah (setelah dihitung) kelayakan bahagian mereka.

Sebab-Sebab Mendapat Hak Waris
Ada 3 sebab yang menjadikan seseorang berhak mendapatkan hak waris yaitu :

1. Memiliki ikatan kekerabatan dan kekeluargaan secara hakiki (yang ada ikatan nasab murni atau ikatan darah), seperti kedua orang tua, anak, saudara, bapa saudara, dan seterusnya.

2. Adanya ikatan pernikahan - yaitu terjadinya akad nikah sah, yang telah disahkan secara syar'i antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersenggama) antara keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rosak, seperti nikah mut’ah, kawin kontrak dan sebagainya tidak boleh menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris. Sesungguhnya, bagaimana boleh adanya hak waris, sedangkan pernikahannya itu sendiri adalah tidak sah dan batil.

3. Al Wala’ - yaitu terjadinya hubungan kekerabatan karena membebaskan budak. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia yang merdeka. Karena itu Allah Swt. menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, dengan syarat budak itu sudah tidak memiliki satupun ahli waris, baik ahli waris berdasarkan ikatan kekerabatan (nasab) ataupun kerana adanya tali pernikahan.

4. Lembaga Pengurusan Harta Islam (Baitul Maal) – Baitul Maal adalah institusi pengurusan harta orang Islam yang ditubuhkan oleh Ulil Amri. Ia tidak mendapat hak warisan secara langsung (otomatik). Akan tetapi, ia akan hanya mendapat hak warisan apabila terdapat kekosongan dalam salah satu bahagian setelah pembahagian kepada waris-waris dibuat atau, seseorang mati dengan tiada langsung waris, maka harta pusakanya diserah penuh kepada Baitul Maal.

Baitul Maal juga boleh mendapat harta secara waqaf, sadaqah atau wasiat atau hibah oleh ummat Islam. Dalam kes ini, Baitul Maal akan bertindak sebagai Pemegang Amanah bagi pihak seluruh ummat Islam. Harta ini akan dijaga, dipelihara dan diuruskan mengikut niyat asal para penderma ataupun, harta yang diserahkan dengan niyat umum digunapakai untuk kebajikan dan kebaikan (maslahat) seluruh ummat Islam.

Hak-Hak Waris Ke Atas Pewaris (Simati)
Dalam hal pembahagian harta pusaka ini, terdapat beberapa hak yang mesti ditunaikan terlebih dahulu oleh para Waris ke atas hak-hak Pewaris. Jika hak-hak ini sudah ditunaikan, barulah lebihan dari seluruh harta peninggalan Pewaris tersebut dapat dibahagikan kepada semua warisnya selaras dengan ketetapan Al Qur’an dan As Sunnah. Hak-hak yang berkaitan dengan Pewaris dan harta warisannya tersebut yang mesti dipikul oleh para Waris adalah :

A. Menguruskan Janazah Pewaris – Adalah menjadi kewajiban para Waris untuk menguruskan Pewaris bermula dari uzurnya, di ambang sakaratul maut, menghormati dan mengelokkan janazahnya, memandikan, mengkafankan dan mensemadikannya di ling lahad dengan cara paling terhormat dan mulia.

B. Belanja untuk Keperluan Pengkebumian Pewaris - Semua keperluan dan pembiayaan pengkebumian Pewaris hendaklah menggunakan harta miliknya tersebut dengan penggunaan yang sewajarnya, yakni tidak berlebihan dan tidak pula dikurang-kurangi. Keperluan-keperluan pengkebumian tersebut meliputi segala sesuatu yang diperlukan oleh janazah, sejak wafatnya hingga pengkebumiannya.

Sekiranya Pewaris tidak meninggalkan warisan, maka hendaknya belanja pemakamannya dipikul oleh keluarga yang menjadi tanggungannya sewaktu masih hidup, yaitu anak-anak dan kerabat lainnya yang mampu. Jika Pewaris tidak mempunyai kerabat yang dapat menanggung belanja, hendaknya masyarakat setempat berganding bahu menunaikan amanah orang hidup kepada orang mati sekadar yang termampu sehinggalah mayit itu disemadikan dengan sebaik-baiknya.

C. Membayar Hutang Pewaris - Hutang yang masih ditanggung oleh Pewaris mesti ditunaikan atau dibayarkan terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta peninggalan pewaris tidak dibenarkan dibahagi kepada ahli Waris sebelum hutangnya ditunaikan terlebih dahulu.

Berkaitan dengan hutang ini, Rasulullah Saw. bersabda seperti berikut,
“Dari Abu Hurairah rhu. bahwa ada jenazah yang mempunyai tanggungan hutang dibawa kepada Rasulullah, lalu Baginda bertanya, “Apakah mayat ini meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahukan dia meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, maka beliau mensolatinya. Jika dia tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, maka Baginda mengatakan kepada para sahabat, “Solatilah sahabatmu ini!” Setelah Allah memberikan kemenangan berkali-kali kepada Rasulullah dalam pertempuran (sehingga banyak diperoleh harta rampasan perang), maka baginda bersabda, “Aku lebih berhak terhadap orang-orang mu’min daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati dengan mempunyai tanggungan hutang, maka akulah yang melunasinya, dan barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta tersebut milik ahli warisnya.”
Hadis riwayat imam Muslim rh.

Dalam hadits lainnya, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Roh (jiwa) seorang mu’min masih terkatung-katung (sesudah wafatnya) sampai hutangnya di dunia dilunasi“.
Hadis riwayat imam  Ahmad rh.

D. Menunaikan Wasiyat Pewaris - Wasiyat adalah permintaan atau pesanan Pewaris terhadap ahli Warisnya sebelum wafatnya. Wasiyat ini sebenarnya tidak hanya berupa pesan yang sifatnya untuk membahagikan sejumlah tertentu dari hartanya, namun ia boleh juga berbentuk pesan-pesan kebaikan yang diinginkan pewaris untuk ditunaikan oleh Warisnya.

Penunaian wasiyat Pewaris dilakukan setelah Pewaris wafat. Jika ia mewasiyatkan harta, maka yang paling didahulukan untuk diselesaikan adalah biaya keperluan pemakamannya, kemudian pembayaran hutangnya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Hakim rh, disebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. memutuskan untuk mendahulukan penyelesaian hutang sebelum melaksanakan wasiyat.

Wajib hukumnya menunaikan seluruh wasiyat Pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya serta tiada bantahan dari salah satu atau seluruh ahli warisnya serta tidak wasiyat itu bertentangan dengan ketetapan syara‘. Wasiyat yang bertentangan dengan ketetapan syara‘ adalah terbatal. Para ulama telah sepakat bahwa pemberian wasiyat kepada ahli Waris hukumnya adalah haram, baik wasiyat itu sedikit maupun banyak, karena Allah Swt. telah menetapkan bahagian ahli Waris di dalam Al Qur’an. Ini ditegaskan sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,

dari Abu Umamah ra., ia berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabda ;
‘Sungguh Allah telah memberikan hak (waris) kepada setiap yang berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiyat (tambahan harta) bagi orang yang (telah) mendapatkan warisan’.
Hadis riwayat imam yang lima kecuali imam Nasaie rh.

Semua kita yang bakal-bakal menjadi ahli Waris ini, sila beri perhatian serius ke atas hal ini. Sangat banyak terjadi para Waris awal-awal lagi berkira-kira berebut harta, akan tetapi kehidupan, kebajikan dan janazah serta hutang Pewaris tiada yang ambil peduli. Jangan kita menjadi sebegitu tamak haloba dan ingatlah warisilah harta dengan iman dan taqwa, bukan dengan dosa dan kehinaan.

Penggugur Hak Waris
Tidak semua ahli Waris boleh mendapatkan harta warisan. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi gugur dari mendapat harta warisan. Sebab-sebab penggugur hak warisan ini ada 3 yaitu :

A. Seseorang Masih Dalam Status Budak (Hamba) - Seseorang yang berstatus sebagai budak (yang belum merdeka) tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai budak murni, budak yang akan dinyatakan merdeka seandainya tuannya meninggal, ataupun budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Jadi, bagaimanapun keadaannya, semua jenis budak (hamba) merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik, terkecuali jika ia telah merdeka terlebih dahulu.

Rasulullah saw. telah menegaskan hal ini dalam sabdanya :
“Siapa yang menjual seorang hamba (budak) sedangkan dia memiliki harta, maka hartanya tersebut menjadi milik pembelinya, kecuali bila hamba tersebut mensyaratkannya (yakni membuat perjanjian dahulu dengan pembelinya supaya hartanya tidak menjadi milik tuannya yang baru tersebut).”
Hadis riwayat imam Ibnu Majah rh.

B. Pembunuhan - Apabila seorang ahli Waris membunuh Pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw. :

"Seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta sedikitpun."
Hadis riwayat imam Abu Daud rh.

Juga di dalam hadis lainnya, Rasulullah Saw. bersabda,
“Tidak ada hak bagi si pembunuh untuk mewarisi.”
Hadis riwayat imam Malik rh. imam Ahmad rh. dan imam Ibnu Majah rh.

C. Berlainan Agama - Seorang Muslim tidak dapat mewarisi harta warisan orang kafir walapun ia adalah orang tua atau anak, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah Saw. dalam sabdanya :

"orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang Islam".
Hadis riwayat imam Bukhari rh. dan imam Muslim rh.

Dalam satu hadis lain, Rasul Saw. bersabda :
“orang yang berbeza agama tidak dapat saling mewarisi antara satu sama lain”.
Hadis riwayat imam Ahmad rh. imam Abu Daud rh. dan imam Ibnu Majah rh.

D. Putus Ikatan - yang dimaksudkan dengan putus ikatan ini adalah satu keadaan yang mana asalnya seseorang mempunyai hak Waris, akan tetapi apabila terputus ikatan dengan Pewaris, hak tersebut telah gugur. Keadaan ini berlaku misalnya kepada pasangan suami isteri yang bercerai sebelum salah seorang meninggal dunia, maka hak Waris ke atas harta simati telah tiada lagi. Begitu juga dalam situasi seorang anak yang meninggal dunia terlebih dahulu dari ibubapanya, maka tiada lagi atasnya hak warisan dan para warisnya juga tida hak menjadi Waris kepada harta ibubapanya. 

Penghalang Hak Waris (Al Hijab) dan Yang Kena Halang (Al Mahjub)
Al-Hajb atau Hijab dalam bahasa Arab bermakna penghalang, pelindung atau penggugur. Maka itu, makna Al Hajb menurut istilah ialah “orang yang menghalangi orang lain untuk mendapatkan warisan” mengikut ketetapan syara’. Adapun pengertian Al Hajb menurut kalangan ulama faraid adalah “menggugurkan hak ahli waris lainnya untuk menerima warisan, baik secara keseluruhannya atau sebahagian saja disebabkan adanya orang yang lebih berhak untuk menerimanya”.

Al Mahjub pula mengikut istilah berarti “orang yang terhalang untuk mendapatkan warisan”. Sebagai contoh, adanya anak lelaki yang besar bahagiannya dalam mendapat pembahagian warisan, telah menghalang waris lain seperti bapa saudara atau sepupu dari mendapat harta warisan itu. Anak lelaki itu telah menjadi Hijab manakala bapa saudara dan sepupu itu telah Mahjub.

Mempelajari dan mahir tentang Al-Hajb dalam ilmu faraid ini sangat penting, kerana itu sebahagian ulama berkata, “Haram berfatwa dalam bidang ilmu faraid bagi yang tidak memahami Al Hajb.” Perkataan sebahagian ulama tersebut memangnya sangat beralasan, kerana jika kita tidak mengetahui Al Hajb, boleh terjadi seseorang yang semestinya berhak untuk mendapatkan warisan menjadi tidak mendapat warisan, manakala orang yang tidak berhak mendapat warisan pula boleh jadi mendapatnya. Semuanya berpunca daripda tiada pengethuan mengenai Al Hajb dan Mahjub ini.

Al Hajb ini sendiri terbahagi 2 yaitu :

A. Al Hajb Bil Wasfi (berdasarkan sifatnya) – Al Hajb Bil Wasfi berarti, orang yang terkena hajb tersebut terhalang dari mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya orang yang membunuh pewarisnya, kafir atau murtad, budak (hamba) atau sudah terputus ikatan. Maka itu, hak waris untuk kelompok ini menjadi gugur atau terhalang. Al Hajb Bil Wasfi di dalam kalangan ulama faraid dikenal pula dengan nama Al Hirman.

B. Al Hajb Bi Asy Syakhsi (karena orang lain) – Al Hajb Bi Asy Syakhsi bermaksud, gugurnya hak waris seseorang disebabkan adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. Al Hajb Bi Asy -syakhshi ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Hajb Hirman - yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang datuk kerana adanya ayah, terhalangnya hak waris cucu kerana adanya anak, terhalangnya hak waris saudara seayah kerana adanya saudara kandung, terhalangnya hak waris seorang nenek kerana adanya ibu, dan seterusnya. Harap diperhatikan bahwa, Hajb Hirman tidak sama dengan Al Hirman (pada Al Hajb Bil Wasfi) sebagaimana yang saya sebutkan diatas, sekalipun namanya sama.

2. Hajb Nuqshan - yaitu penghalangan terhadap hak seseorang waris dari mendapatkan bahagian yang terbanyak. Contohnya, suami terhalang mendapatkan bahagian warisan, dari setengah (1/2) menjadi seperempat (1/4), kerana adanya keturunan isteri yang dapat mewarisi, baik keturunan tersebut dihasilkan dari perkawinannya dengan suami tersebut maupun dari suaminya yang terdahulu. Isteri terhalang mendapatkan bahagian warisan, dari seperempat (1/4) menjadi seperlapan (1/8) kerana adanya keturunan suami yang dapat mewarisi, baik keturunan tersebut dihasilkan dari perkawinannya dengan isteri tersebut maupun dengan isteri-isterinya yang lain.

Demikian pula ibu, ia terhalang mendapatkan bahagian warisan, dari sepertiga (1/3) menjadi seperenam (1/6) kerana adanya keturunan yang dapat mewarisi dan kerana sebab berkumpulnya beberapa (dua orang atau lebih) saudara laki-laki atau saudara perempuan, baik saudara sekandung, seayah maupun seibu. Contoh lainnya, seorang cucu perempuan dari anak laki-laki terhalang dari mendapatkan bahagian sebesar setengah (1/2) menjadi seperenam (1/6) kerana adanya seorang anak perempuan kandung atau karena adanya cucu perempuan dari anak laki-laki lainnya yang lebih tinggi darjatnya, jika ia bukan anak perempuan kandung. Begitu pula, saudara perempuan seayah terhalang dari mendapatkan setengah (1/2) menjadi seperenam (1/6) kerana adanya seorang saudara perempuan sekandung.

Satu hal yang perlu difahami betul-betul adalah, dalam ilmu faraid ini, apabila kata Al Hajb disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah Hajb Hirman.

Ahli Waris Yang Tidak Terkena Hajb Hirman
Ada sekumpulan ahli Waris yang tidak mungkin terkena Hajb Hirman atau dengan kata lain, tidak mungkin terhalang oleh ahli Waris lainnya. Mereka terdiri dari enam orang yang akan tetap mendapatkan hak waris dalam apa pun keadaannya. Dan sebahagian mereka ini yaitu Anak Lelaki dan Ayah boleh menjadi Hajb kepada Waris lain pula. Mereka itu adalah :

1.  Anak lelaki  2.  Anak perempuan  3.  Ayah
4.  Ibu    5.  Suami,  atau    6.  Isteri

Sekiranya Pewaris (Simati) meninggalkan salah satu dari keenam orang Waris diatas, atau bahkan seluruhnya (terkecuali suami dan isteri, karena mereka tidak mungkin berkumpul serentak atau bersamaan dalam satu waktu), maka semuanya harus mendapatkan warisan, dalam keadaan bagaimanapun. Dalam erti kata lain, 6 Waris ini mesti mendapat bahagian mereka mengikut kaedah pembahagian faraid.

Akhiirul Kalaam
Demikianlah kuliah dan penerangan ringkas setakat ini. Amat sedikit sebenarnya perbincangan ini berbanding ilmu Allah Swt, yang Maha Luas. bersambung.

Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu datang dari saya yang amat dhoif ini.

Wallahua’lam.

سكين
والسلام

eddzahir@38
Tanah Liat, Bukit Mertajam

0 ulasan: